Minggu, 06 April 2014

TEILHARD DE CHARDIN



MARIAE PIERRE TEILHARD DE CHARDIN:
BAPAK EVOLUSI MODERN

  1. Riwayat Hidup
Mariae Pierre Teilhard de Chardin lahir pada tanggal 1 Mei 1881 di Sarcenat, distrik Auvergne, Prancis Tengah. Sebenarnya Teilhard mempunyai nama singkat Pierre Teilhard, dan nama panggilannya adalah Teilhard. Teilhard anak keempat dari sebelas bersaudara. Ayahnya bernama Emanuel Teilhard, sedangkan ibunya bernama Berthe-Adhele de Dompirre d’Horrnoy. Di Sarcenat, keluarga Teilhard termasuk keluarga yang terpandang. Hal ini tidaklah mengherankan, sebab keluarga Teilhard masih keturunan bangsawan. Bahkan Teilhard masih mempunyai hubungan darah dengan Voltaire[1].
Ayah Teilhard adalah seorang penyelidik benda-benda purbakala di Auvergne. Di tempat tersebut (Auvergne) memang banyak terdapat peninggalan bersejarah. Biasanya kesibukan seorang kepala keluarga sering membawa dampak negatif bagi anak-anaknya. Namun tidaklah demikian yang terjadi dengan keluarga Teilhard. Keluarga Teilhard adalah keluarga yang menerapkan disiplin yang sangat keras bagi anak-anaknya. Berkat pendidikan dan kedisiplinan yang dituntut oleh ayahnya, Teilhard kecil menjadi anak yang pandai, meski bukan yang paling menonjol di kelasnya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila pendidikan yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya, juga ikut mempengaruhi sikap hidup Teilhard pada masa-masa berikutnya. Teilhard menjadi seorang yang disiplin dan setia pada tugas-tugasnya.
Selain mendapat disiplin yang keras dan penghargaan akan tradisi keluarga, Teilhard dan saudara-saudaranya juga mendapat kehangatan dan cinta dalam keluarganya. Perhatian, cinta, dan kehangatan dari keluarganya tersebut yang kemudian membawa Teilhard untuk bercita-cita menjadi anggota Jesuit. Maka pada usianya yang ke 17 tahun, Teilhard memutuskan untuk menjalani masa novisiat di biara Aix-en-Provence, di Prancis. Di biara tersebut, Teilhard menekuni berbagai bidang ilmu pengetahuan dan kesalehan hidupnya, termasuk di dalamnya praktek hidup asketis.
Perjalanan hidup Teilhard sebagai Jesuit muda sangat beragam. Setelah menerima tahbisan suci, Teilhard mendapat tugas untuk memperdalam studinya di bidang geologi[2] dan paleontologi[3]. Tugas ini tentu atas mandat pembesarnya. Tugas tersebut ia jalani dari tahun 1912-1914. pada akhir tahun 1914, ia mengikuti wajib militer dan dikirim ke medan perang di Front Yser, Verdun dan Oise. Dalam medan pertempuran tersebut, Teilhard menjadi anggota tim medis (perawat) untuk menolong, mengobati, dan merawat para serdadu yang terluka. Di bawah dentuman meriam dan suara tembakan, ia melakukan tugasnya dengan setia.
Pada tahun 1922, Teilhard mendapat kehormatan untuk menjadi guru besar (profesor) di Institut Geologi Katolik, Prancis. Satu tahun berikutnya (1923), Teilhard mengadakan perjalanan misi ke Cina bersama Pierre Licen. Perjalanan ini disponsori oleh Museum Purbakala, Cina. dalam perjalanan mereka, kedua imam ini mengembara sampai ke Ordos, di bagian barat laut Cina.[4]
Pada tahun yang sama, Teilhard kembali ke Prancis untuk mengajar kembali. Dalam perjalanannya, ia banyak memberikan pemahaman yang baru tentang kehidupan manusia dan asal-usulnya. Hal ini sungguh berbeda dengan ajaran Darwin tentang teori evolusinya. Walau harus diakui bahwa pemikiran-pemikirannya tentang teori evolusi manusia banyak dipengaruhi oleh Bergson, teman dekatnya; terutama bagaimana ia memandang manusia dan kelanjutannya. Pemikiran-pemikiran Teilhard sering mengundang kontroversi dan hal inilah yang nantinya akan mempengaruhi dalam pengeluaran (izin penerbitan) karya-karyanya untuk dipublikasikan.[5]
Pada akhir tahun 1928, Teilhard berkunjung ke Etiopia. Berikutnya, pada tahun 1936 dan 1938, ia berkunjung ke Jawa. Di Jawa, ia mempelajari manusia purba Homo Soloensis (Pithecanthropus Erectus) atas undangan Prof. G. Von Koenigswald, seorang antropolog Jerman yang bekerja sebagai guru besar di Belanda. Selanjutnya, pada tahun 1946 dan 1954, Teilhard kembali mengunjungi tanah kelahirannya, Prancis.
Teilhard meninggal dunia di New York pada tanggal 10 April 1955, bertepatan dengan perayaan Paskah pada tahun itu. Ia meninggal dunia karena serangan jantung yang di deritanya di usianya yang sudah senja.[6]

  1. Pemikiran-Pemikirannya tentang Teori Evolusi
Seperti disebutkan di atas bahwa pemikiran Teilhard tentang mendapat banyak pengaruh dari Henry Bergson. Selain Bergson, le Roy, salah seorang dari murid Bergson yang paling setia sekaligus yang menjadi profesor do College de France, juga ikut mewarnai pemikiran Teilhard. Hal yang paling mempengaruhi pemikiran Teilhard adalah ketika ia mempelajari buku Evolution Creatice karangan Bergson. Di dalam buku itu, Bergson mengemukakan teori evolusi yang lebih mengarah pada pemikiran yang bersifat “ke dalam”, yakni pengakuan akan adanya dorongan atau gairah hidup (elan vital); suatu unsur rohani di tengah-tengah proses biologis.

Pra-Kehidupan
Dalam pembahasan mengenai ‘pra-kehidupan’, Teilhard mengulas keberadaan dunia materi. Namun pembahasannya tidak hanya sampai di situ. Menurutnya, materi pun mempunyai daya atau kekuatan untuk bertumbuh dan berkembang dalam dirinya. Kekuatan ini dapat terjadi karena materi mempunyai dua “segi” atau sudut”, yakni segi dalam (within) dan segi luar (without).[7]
“Segi luar” adalah segi yang dapat diserap oleh pancaindra, yang dapat diukur oleh budi manusia. Dengan kata lain, “segi luar” menyangkut hal fisik-kimiawi yang dapat diukur. Sedangkan “segi dalam” adalah setiap bentuk kesadaran yang merupakan inti dari kecenderungan-kecenderungan. Ia adalah daya pendorong materi yang merupakan konsentrasi psikis. Bahkan “segi dalam adalah penyatu materi. “Segi dalam” (atau “kesadaran) dan “segi luar”, menurut Teilhard merupakan dua hal yang saling terkait. Semakin kompleks suatu materi, maka semakin kompleks pula “segi luar” dan “segi dalam” materi tersebut. Kenyataan tersebut di atas terkenal dengan apa yang disebut “hukum kompleksitas kesadaran”. Hukum kompleksitas ini nanti akan lebih tampak dalam diri manusia, yang mempunyai kecenderungan dan dorongan untuk semakin bertumbuh dan berkembang.[8]

Hukum Kompleksitas Kesadaran
Teilhard memandang alam raya yang mengembang, bumi yang bergolak dan menyejarah, bersama kehidupan muka bumi yang tumbuh beraneka ragam sebagai suatu kenyataan yang tidak statis melainkan dinamis dalam perubahan yang berdaya cipta. Yang-ada, termasuk manusia, hanya dapat dimengerti sebagai hasil peristiwa evolusi atau pertumbuhan berangsur-angsur yang berkesinambungan, melalui tahapan-tahapan dalam kurun waktu tertentu. Materi, sudah dari awal keberadaannya ada dalam keadaan menjadi, berdaya cipta dan dinamis. Tahapan awal mencakup kelahiran alam semesta dan terbentuknya bumi. Di sini hal dan kondisi yang memungkinkan bagi perwujudan kehidupan dipersiapkan melalui masa-masa yang panjang dan sunyi, namun penuh gejolak daya hidup. Tahapan berikutnya dimulai dari perwujudan kehidupan, lalu perkembangan bentuk-bentuk kehidupan, hingga mencapai manusia.[9]
Menurut Teilhard, cara kerja evolusi tersebut dapat dipahami mulai saat penemuan panas yang ditimbulkan dari ledakan-ledakan alam semesta, termasuk bumi ini. Penurunan suhu memungkinkan persenyawaan partikel-partikel membangun struktur yang lebih kompleks. Struktur bumi tersebut bersifat molekuler, terbangun dari berbagai kombinasi atom-atom yang terbentuk dari kombinasi-kombinasi partikel dasar. Struktur itu terbangun oleh proses kompleksifikasi. Molekul lebih kompleks dari atom, dan atom lebih kompleks dari partikel-partikel dasar. Dalam urutan ini tampaklah gerak menuju sesuatu yang lebih kompleks yang terjadi pada bumi. Mula-mula terdapat inti yang memijar, lalu tahap demi tahap unsur-unsur atom dan molekul semakin kompleks, dan mencapai kompleksitas yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kemudian terbentuklah lapisan-lapisan silikat atau batu-batuan. Pembentukan ini dapat dibedakan menurut zaman-zamannya, mulai dari zaman kambrium sampai kuarter. Akhirnya, terbentuklah suatu wilayah atau lapisan air.[10]
Proses kompleksifikasi ini tidak berhenti hanya sampai terbentuknya struktur bumi, melainkan terus berlangsung di alam kehidupan; sesudah proses tersebut molekul-molekul menuju ke cakrawala kehidupan yang baru, mulai dari alam kehidupan bersel tunggal. Dalam waktu yang cukup panjang, kehidupan pun menuju suatu arah yang pasti melalui cara kompleksifikasi.[11]

Kehidupan
            Menurut Teilhard, dunia kehidupan muncul dari “titik kritis” yang terjadi di alam semesta. Munculnya kehidupan membawa kebaruan dalam sistem organisme. Kehidupan, menurut Teilhard muncul dari suatu kompleksitas kesadaran yang semakin tinggi dan semakin kritis. Kenyataan tersebut hanya dapat dimengerti oleh manusia, yang merupakan puncak kehidupan di alam semesta. Teilhard menambahkan bahwa berkenaan dengan manusia, kompleksitas tersebut tidak mengenal batas. [12]
            Manusia adalah hasil evolusi yang paling kompleks “segi dalam”iya. Dalam dirinya manusia mempunyai kelengkapan yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain. ia memiliki jasmani dan rohani. Manusialah kesempurnaan kehidupan. Dengan ini Teilhard juga ingin mengangkat manusia di hadapan ciptaan-ciptaan lain; yakni bahwa manusia mempunyai nilai tersendiri, manusia adalah puncak kehidupan yang dapat menyatakan dirinya sendiri. ia dapat menyatakan diri, karena ia bertransendensi diri. Dalam dirinya, manusia mempunyai kemampuan yang melebihi ciptaan-ciptaan lain. ia tidak hanya  dapat memandang dunia di sekitarnya, tetapi juga memandang ke dalam dirinya. Dialah satu-satunya yang tahu bahwa dirinya mempunyai pengetahuan.[13]

Pikiran
            Menurut Teilhard, puncak dari evolusi adalah kesempurnaan kehidupan manusia yang berlangsung dalam nousnya. Hal ini hanya dimiliki oleh manusia; adanya perkembangan alat-alat yang ditemukan dalam kehidupan manusia purba merupakan pertanda bahwa nousphere ikut aktif dalam perkembangan hidup manusia. Melalui pikirannya, manusia memang mempunyai kesanggupan untuk merenungkan dirinya dan dunia di sekitarnya. Teilhard menyebut perkembangan pemikiran ini sebagai proses hominisasi.[14]


3.      Penutup
Teilhard de Cahardin sebenarnya bukanlah seorang filsuf. Ia adalah seorang ahli dalam geologi dan paleontologi sebagaimana telah disebutkan di atas. Selain ahli dalam kedua bidang ilmu di atas, Teilhard adalah seorang imam Jesuit. Dalam pergaulannya dengan ilmu pengetahuan, ia menyaksikan sendiri bahwa ada jurang pemisah antara ilmu pengetahuan dan agama. Oleh karena itu, ia bercita-cita untuk memperdamaikan ilmu pengetahuan modern (khususnya pemikiran evolusionisnya) dengan agama Kristen. Dalam pemaparan singkat riwayat hidup dan pemikiran-pemikirannya di atas, Teilhard menegaskan bahwa pemikiran evolusionistis tidak bertentangan dengan agama, tetapi sebaliknya dapat membuka kesempatan baru dan lebih luas bagi agama.[15]


KEPUSTAKAAN

Bertens, K. Filsafat Abad XX, jilid II. Jakarta: Gramedia. 1985.

De Chardin Pierre, Teilhard. The Future of Man. London: William Collins Sons & Co. Ltd.. 1964.

De Chardin Pierre, Teilhard. Human Energy. London: William Collins Sons & Co. Ltd.. 1964.

De Chardin Pierre, Teilhard. The Phenomenon of Man. London: William Collins Sons & Co. Ltd.. 1963.

Delfgaauw, Bernard. Evolution. London – New York: William Collins Sons & Co. Ltd.. 1969.

Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 6. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka. 1990.

Feldmann, Christian. Pejuang Keadilan dan Perdamaian (Judul asli: Traume Beginnen zu Leben). Diterjemahkan oleh C. Kiswara. Yogyakarta: Kanisius - BPK Gunung Mulia.1990.


Le Morvan, Michael. Pierre Teilhad de Chardin. Ende: Nusa Indah, 1974




[1] Voltaire, adalah penulis dan filsuf Prancis pada Era Pencerahan. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam, dukungan terhadap hak-hak manusia, dan kebebasan sipil, termasuk kebebasan beragama. http://id.wikipedia.org/wiki/Voltaire, 18 Maret 2011.
[2] Geologi adalah ilmu atau pengkajian mengenai bumi. Geologi berkaitan dengan komposisi, sejarah pembentukan, dan struktur bumi, termasuk bentukan-bentukan kehidupan masa lalu yang pernah muncul di planet bumi. Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 6 (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990), hlm. 117.

[3] Paleontologi adalah ilmu atau pengkajian mengenai fosil tumbuhan dan hewan di bumi, termasuk morfologi, evolusi dan cara hidup organisme purba ini. Paleontologi dapat dianggap sebagai cabang geologi. Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 12 (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990), hlm. 66.

[4] Michael Le Morvan, Pierre Teilhad de Chardin (Ende: Nusa Indah, 1974), hlm. 12.

[5] Christian Feldmann, Pejuang Keadilan dan Perdamaian (Judul asli: Traume Beginnen zu Leben), diterjemahkan oleh C. Kiswara (Yogyakarta: Kanisius - BPK Gunung Mulia, 1990), hlm. 53.
[6] K. Bertens, Filsafat Abad XX, jilid II (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. 275-276.

[7] Pierre Teilhard de Chardin, The Phenomenon of Man (London: William Collins Sons & Co. Ltd., 1963), hlm. 55-57. K. Bertens, Filsafat..., hlm. 279.

[8] Pierre Teilhard de Chardin, The Phenomenon..., hlm. 55-57.

[9] Pierre Teilhard de Chardin, The Future of Man (London: William Collins Sons & Co. Ltd., 1964), hlm. 66.

[10] Pierre Teilhard de Chardin, The Phenomenon..., hlm. 53-54, 57, 76.
[11] Bernard Delfgaauw, Evolution (London – New York: William Collins Sons & Co. Ltd., 1969), hlm. 63-64.

[12] Pierre Teilhard de Chardin, The Phenomenon..., hlm. 66.

[13] Pierre Teilhard de Chardin, Human Energy (London: William Collins Sons & Co. Ltd., 1964), hlm. 22-24.

[14] Pierre Teilhard de Chardin, The Future..., hlm. 12-24, 53-54.
[15] K. Bertens, Filsafat..., hlm. 276-277.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar