MARIAE PIERRE TEILHARD DE CHARDIN:
BAPAK EVOLUSI MODERN
- Riwayat Hidup
Mariae Pierre Teilhard de Chardin lahir pada tanggal 1 Mei
1881 di Sarcenat, distrik Auvergne, Prancis Tengah. Sebenarnya Teilhard
mempunyai nama singkat Pierre Teilhard, dan nama panggilannya adalah Teilhard.
Teilhard anak keempat dari sebelas bersaudara. Ayahnya bernama Emanuel
Teilhard, sedangkan ibunya bernama Berthe-Adhele de Dompirre d’Horrnoy. Di Sarcenat,
keluarga Teilhard termasuk keluarga yang terpandang. Hal ini tidaklah
mengherankan, sebab keluarga Teilhard masih keturunan bangsawan. Bahkan
Teilhard masih mempunyai hubungan darah dengan Voltaire[1].
Ayah Teilhard adalah seorang penyelidik benda-benda
purbakala di Auvergne. Di tempat tersebut (Auvergne) memang banyak terdapat
peninggalan bersejarah. Biasanya kesibukan seorang kepala keluarga sering
membawa dampak negatif bagi anak-anaknya. Namun tidaklah demikian yang terjadi
dengan keluarga Teilhard. Keluarga Teilhard adalah keluarga yang menerapkan
disiplin yang sangat keras bagi anak-anaknya. Berkat pendidikan dan
kedisiplinan yang dituntut oleh ayahnya, Teilhard kecil menjadi anak yang pandai,
meski bukan yang paling menonjol di kelasnya. Oleh sebab itu, tidaklah
mengherankan apabila pendidikan yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya, juga
ikut mempengaruhi sikap hidup Teilhard pada masa-masa berikutnya. Teilhard
menjadi seorang yang disiplin dan setia pada tugas-tugasnya.
Selain mendapat disiplin yang keras dan penghargaan akan
tradisi keluarga, Teilhard dan saudara-saudaranya juga mendapat kehangatan dan
cinta dalam keluarganya. Perhatian, cinta, dan kehangatan dari keluarganya
tersebut yang kemudian membawa Teilhard untuk bercita-cita menjadi anggota
Jesuit. Maka pada usianya yang ke 17 tahun, Teilhard memutuskan untuk menjalani
masa novisiat di biara Aix-en-Provence, di Prancis. Di biara tersebut, Teilhard
menekuni berbagai bidang ilmu pengetahuan dan kesalehan hidupnya, termasuk di
dalamnya praktek hidup asketis.
Perjalanan hidup Teilhard sebagai Jesuit muda sangat
beragam. Setelah menerima tahbisan suci, Teilhard mendapat tugas untuk
memperdalam studinya di bidang geologi[2] dan paleontologi[3].
Tugas ini tentu atas mandat pembesarnya. Tugas tersebut ia jalani dari tahun
1912-1914. pada akhir tahun 1914, ia mengikuti wajib militer dan dikirim ke
medan perang di Front Yser, Verdun dan Oise. Dalam medan pertempuran tersebut,
Teilhard menjadi anggota tim medis (perawat) untuk menolong, mengobati, dan
merawat para serdadu yang terluka. Di bawah dentuman meriam dan suara tembakan,
ia melakukan tugasnya dengan setia.
Pada tahun 1922, Teilhard mendapat kehormatan untuk menjadi
guru besar (profesor) di Institut Geologi Katolik, Prancis. Satu tahun
berikutnya (1923), Teilhard mengadakan perjalanan misi ke Cina bersama Pierre
Licen. Perjalanan ini disponsori oleh Museum Purbakala, Cina. dalam perjalanan
mereka, kedua imam ini mengembara sampai ke Ordos, di bagian barat laut Cina.[4]
Pada tahun yang sama, Teilhard kembali ke Prancis untuk
mengajar kembali. Dalam perjalanannya, ia banyak memberikan pemahaman yang baru
tentang kehidupan manusia dan asal-usulnya. Hal ini sungguh berbeda dengan
ajaran Darwin tentang teori evolusinya. Walau harus diakui bahwa
pemikiran-pemikirannya tentang teori evolusi manusia banyak dipengaruhi oleh
Bergson, teman dekatnya; terutama bagaimana ia memandang manusia dan
kelanjutannya. Pemikiran-pemikiran Teilhard sering mengundang kontroversi dan
hal inilah yang nantinya akan mempengaruhi dalam pengeluaran (izin penerbitan)
karya-karyanya untuk dipublikasikan.[5]
Pada akhir tahun 1928, Teilhard berkunjung ke Etiopia.
Berikutnya, pada tahun 1936 dan 1938, ia berkunjung ke Jawa. Di Jawa, ia
mempelajari manusia purba Homo Soloensis (Pithecanthropus
Erectus) atas undangan Prof. G. Von Koenigswald, seorang antropolog Jerman yang
bekerja sebagai guru besar di Belanda. Selanjutnya, pada tahun 1946 dan 1954,
Teilhard kembali mengunjungi tanah kelahirannya, Prancis.
Teilhard meninggal dunia di New York pada tanggal 10 April
1955, bertepatan dengan perayaan Paskah pada tahun itu. Ia meninggal dunia
karena serangan jantung yang di deritanya di usianya yang sudah senja.[6]
- Pemikiran-Pemikirannya tentang Teori Evolusi
Seperti disebutkan di atas bahwa pemikiran Teilhard tentang mendapat
banyak pengaruh dari Henry Bergson. Selain Bergson, le Roy, salah seorang dari
murid Bergson yang paling setia sekaligus yang menjadi profesor do College de
France, juga ikut mewarnai pemikiran Teilhard. Hal yang paling mempengaruhi
pemikiran Teilhard adalah ketika ia mempelajari buku Evolution Creatice karangan Bergson. Di dalam buku itu, Bergson
mengemukakan teori evolusi yang lebih mengarah pada pemikiran yang bersifat “ke
dalam”, yakni pengakuan akan adanya dorongan atau gairah hidup (elan vital);
suatu unsur rohani di tengah-tengah proses biologis.
Pra-Kehidupan
Dalam pembahasan mengenai ‘pra-kehidupan’, Teilhard mengulas keberadaan
dunia materi. Namun pembahasannya tidak hanya sampai di situ. Menurutnya,
materi pun mempunyai daya atau kekuatan untuk bertumbuh dan berkembang dalam
dirinya. Kekuatan ini dapat terjadi karena materi mempunyai dua “segi” atau
sudut”, yakni segi dalam (within) dan
segi luar (without).[7]
“Segi luar” adalah segi yang dapat diserap oleh pancaindra, yang dapat
diukur oleh budi manusia. Dengan kata lain, “segi luar” menyangkut hal
fisik-kimiawi yang dapat diukur. Sedangkan “segi dalam” adalah setiap bentuk
kesadaran yang merupakan inti dari kecenderungan-kecenderungan. Ia adalah daya
pendorong materi yang merupakan konsentrasi psikis. Bahkan “segi dalam adalah
penyatu materi. “Segi dalam” (atau “kesadaran) dan “segi luar”, menurut
Teilhard merupakan dua hal yang saling terkait. Semakin kompleks suatu materi,
maka semakin kompleks pula “segi luar” dan “segi dalam” materi tersebut.
Kenyataan tersebut di atas terkenal dengan apa yang disebut “hukum kompleksitas
kesadaran”. Hukum kompleksitas ini nanti akan lebih tampak dalam diri manusia,
yang mempunyai kecenderungan dan dorongan untuk semakin bertumbuh dan
berkembang.[8]
Hukum
Kompleksitas Kesadaran
Teilhard memandang alam raya yang mengembang, bumi yang bergolak dan
menyejarah, bersama kehidupan muka bumi yang tumbuh beraneka ragam sebagai
suatu kenyataan yang tidak statis melainkan dinamis dalam perubahan yang
berdaya cipta. Yang-ada, termasuk manusia, hanya dapat dimengerti sebagai hasil
peristiwa evolusi atau pertumbuhan berangsur-angsur yang berkesinambungan,
melalui tahapan-tahapan dalam kurun waktu tertentu. Materi, sudah dari awal
keberadaannya ada dalam keadaan menjadi, berdaya cipta dan dinamis. Tahapan
awal mencakup kelahiran alam semesta dan terbentuknya bumi. Di sini hal dan
kondisi yang memungkinkan bagi perwujudan kehidupan dipersiapkan melalui
masa-masa yang panjang dan sunyi, namun penuh gejolak daya hidup. Tahapan
berikutnya dimulai dari perwujudan kehidupan, lalu perkembangan bentuk-bentuk
kehidupan, hingga mencapai manusia.[9]
Menurut Teilhard, cara kerja evolusi tersebut dapat dipahami mulai saat
penemuan panas yang ditimbulkan dari ledakan-ledakan alam semesta, termasuk
bumi ini. Penurunan suhu memungkinkan persenyawaan partikel-partikel membangun
struktur yang lebih kompleks. Struktur bumi tersebut bersifat molekuler,
terbangun dari berbagai kombinasi atom-atom yang terbentuk dari
kombinasi-kombinasi partikel dasar. Struktur itu terbangun oleh proses
kompleksifikasi. Molekul lebih kompleks dari atom, dan atom lebih kompleks dari
partikel-partikel dasar. Dalam urutan ini tampaklah gerak menuju sesuatu yang
lebih kompleks yang terjadi pada bumi. Mula-mula terdapat inti yang memijar,
lalu tahap demi tahap unsur-unsur atom dan molekul semakin kompleks, dan
mencapai kompleksitas yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kemudian terbentuklah
lapisan-lapisan silikat atau batu-batuan. Pembentukan ini dapat dibedakan
menurut zaman-zamannya, mulai dari zaman kambrium sampai kuarter. Akhirnya,
terbentuklah suatu wilayah atau lapisan air.[10]
Proses kompleksifikasi ini tidak berhenti hanya sampai terbentuknya
struktur bumi, melainkan terus berlangsung di alam kehidupan; sesudah proses
tersebut molekul-molekul menuju ke cakrawala kehidupan yang baru, mulai dari
alam kehidupan bersel tunggal. Dalam waktu yang cukup panjang, kehidupan pun
menuju suatu arah yang pasti melalui cara kompleksifikasi.[11]
Kehidupan
Menurut Teilhard, dunia
kehidupan muncul dari “titik kritis” yang terjadi di alam semesta. Munculnya
kehidupan membawa kebaruan dalam sistem organisme. Kehidupan, menurut Teilhard
muncul dari suatu kompleksitas kesadaran yang semakin tinggi dan semakin
kritis. Kenyataan tersebut hanya dapat dimengerti oleh manusia, yang merupakan
puncak kehidupan di alam semesta. Teilhard menambahkan bahwa berkenaan dengan
manusia, kompleksitas tersebut tidak mengenal batas. [12]
Manusia adalah hasil evolusi yang
paling kompleks “segi dalam”iya. Dalam dirinya manusia mempunyai kelengkapan
yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain. ia memiliki jasmani dan rohani.
Manusialah kesempurnaan kehidupan. Dengan ini Teilhard juga ingin mengangkat
manusia di hadapan ciptaan-ciptaan lain; yakni bahwa manusia mempunyai nilai
tersendiri, manusia adalah puncak kehidupan yang dapat menyatakan dirinya
sendiri. ia dapat menyatakan diri, karena ia bertransendensi diri. Dalam
dirinya, manusia mempunyai kemampuan yang melebihi ciptaan-ciptaan lain. ia
tidak hanya dapat memandang dunia di
sekitarnya, tetapi juga memandang ke dalam dirinya. Dialah satu-satunya yang
tahu bahwa dirinya mempunyai pengetahuan.[13]
Pikiran
Menurut Teilhard, puncak
dari evolusi adalah kesempurnaan kehidupan manusia yang berlangsung dalam nousnya. Hal ini hanya dimiliki oleh manusia;
adanya perkembangan alat-alat yang ditemukan dalam kehidupan manusia purba
merupakan pertanda bahwa nousphere ikut
aktif dalam perkembangan hidup manusia. Melalui pikirannya, manusia memang
mempunyai kesanggupan untuk merenungkan dirinya dan dunia di sekitarnya.
Teilhard menyebut perkembangan pemikiran ini sebagai proses hominisasi.[14]
3. Penutup
Teilhard de Cahardin sebenarnya bukanlah seorang filsuf.
Ia adalah seorang ahli dalam geologi dan paleontologi sebagaimana telah
disebutkan di atas. Selain ahli dalam kedua bidang ilmu di atas, Teilhard
adalah seorang imam Jesuit. Dalam pergaulannya dengan ilmu pengetahuan, ia
menyaksikan sendiri bahwa ada jurang pemisah antara ilmu pengetahuan dan agama.
Oleh karena itu, ia bercita-cita untuk memperdamaikan ilmu pengetahuan modern
(khususnya pemikiran evolusionisnya) dengan agama Kristen. Dalam pemaparan
singkat riwayat hidup dan pemikiran-pemikirannya di atas, Teilhard menegaskan
bahwa pemikiran evolusionistis tidak bertentangan dengan agama, tetapi
sebaliknya dapat membuka kesempatan baru dan lebih luas bagi agama.[15]
KEPUSTAKAAN
Bertens, K. Filsafat Abad XX,
jilid II. Jakarta: Gramedia. 1985.
De Chardin Pierre, Teilhard. The
Future of Man. London: William Collins Sons & Co. Ltd.. 1964.
De Chardin Pierre, Teilhard. Human
Energy. London: William Collins Sons & Co. Ltd.. 1964.
De Chardin Pierre, Teilhard. The
Phenomenon of Man. London: William Collins Sons & Co. Ltd.. 1963.
Delfgaauw, Bernard. Evolution. London
– New York: William Collins Sons & Co. Ltd.. 1969.
Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 6. Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka. 1990.
Feldmann, Christian. Pejuang
Keadilan dan Perdamaian (Judul asli: Traume
Beginnen zu Leben). Diterjemahkan oleh C. Kiswara. Yogyakarta: Kanisius -
BPK Gunung Mulia.1990.
Le Morvan, Michael. Pierre
Teilhad de Chardin. Ende: Nusa Indah, 1974
[1] Voltaire, adalah penulis dan filsuf
Prancis pada Era Pencerahan. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam,
dukungan terhadap hak-hak manusia, dan kebebasan sipil, termasuk kebebasan
beragama. http://id.wikipedia.org/wiki/Voltaire,
18 Maret 2011.
[2]
Geologi adalah ilmu atau pengkajian mengenai bumi. Geologi berkaitan dengan
komposisi, sejarah pembentukan, dan struktur bumi, termasuk bentukan-bentukan
kehidupan masa lalu yang pernah muncul di planet bumi. Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 6 (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka, 1990), hlm. 117.
[3]
Paleontologi adalah ilmu atau pengkajian mengenai fosil tumbuhan dan hewan di
bumi, termasuk morfologi, evolusi dan cara hidup organisme purba ini.
Paleontologi dapat dianggap sebagai cabang geologi. Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 12 (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka, 1990), hlm. 66.
[4]
Michael Le Morvan, Pierre Teilhad de
Chardin (Ende: Nusa Indah, 1974), hlm. 12.
[5]
Christian Feldmann, Pejuang Keadilan dan
Perdamaian (Judul asli: Traume
Beginnen zu Leben), diterjemahkan oleh C. Kiswara (Yogyakarta: Kanisius -
BPK Gunung Mulia, 1990), hlm. 53.
[6] K.
Bertens, Filsafat Abad XX, jilid II
(Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. 275-276.
[7]
Pierre Teilhard de Chardin, The
Phenomenon of Man (London: William Collins Sons & Co. Ltd., 1963), hlm.
55-57. K. Bertens, Filsafat..., hlm.
279.
[8]
Pierre Teilhard de Chardin, The
Phenomenon..., hlm. 55-57.
[9]
Pierre Teilhard de Chardin, The Future of
Man (London: William Collins Sons & Co. Ltd., 1964), hlm. 66.
[10]
Pierre Teilhard de Chardin, The
Phenomenon..., hlm. 53-54, 57, 76.
[11]
Bernard Delfgaauw, Evolution (London
– New York: William Collins Sons & Co. Ltd., 1969), hlm. 63-64.
[12]
Pierre Teilhard de Chardin, The
Phenomenon..., hlm. 66.
[13]
Pierre Teilhard de Chardin, Human Energy (London:
William Collins Sons & Co. Ltd., 1964), hlm. 22-24.
[14]
Pierre Teilhard de Chardin, The Future...,
hlm. 12-24, 53-54.
[15]
K. Bertens, Filsafat..., hlm.
276-277.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar