Jumat, 22 Januari 2016

Nabi kecil



Pertobatan Niniwe
Uraian atas Yunus 3:5-10

1.      Bentuk dan Struktur Teks Yun. 3:5-10
Allen dan juga beberapa ahli menempatkan Yun. 3:5-10 dalam kesatuan bab 3-4, di mana ia memberi judul “Ketaatan seorang Nabi”. Secara khusus Allen membagi Yun. 3:1-10 menjadi dua bagian pokok, sebagai berikut:
a.       Pewartaan Yunus kepada Orang-orang Niniwe (3:1-4)
b.      Pertobatan Niniwe (3:5-10)[1]
Berdasarkan struktur tersebut perikop 3:5-10 sangat terkait erat dengan keseluruhan bab 3. Sementara itu, bab 3 sendiri memiliki struktur parallel yang cukup jelas, yakni:
            A. Yunus bertobat (3:3-4)
                   B. Pertobatan Niniwe (3:5)
                            C. Raja Niniwe bertobat (3:6)
                                    X. Keputusan Raja: Jangan melakukan kejahatan (3:7-8)
                            C’ Harapan raja agar Allah memperkenankannya untuk bertobat (3:9a)
                   B’ Harapan raja agar Allah berbalik dari kemarahan-Nya (3:9b)
            A’ “Pertobatan/Penyesalan” Allah (3:10)
            Meskipun perikop 3:5-10 terletak pada satu kesatuan bab 3, pada tulisan ini hanya akan fokus pada kisah pertobatan Niniwe saja.

Ahli lain mengatakan bahwa Kitab Yunus didasarkan pada struktur paralel yang mendukung pesan kitab tersebut. Paralel Kitab ini dibagi menjadi dua bagian (unit), bab 1-2 dan bab 3-4. Selain paralelisme eksternal, ada juga paralelisme internal yang dicampur dalam setiap unit makro yang menyatukan cerita. Bab tiga merupakan paruh kedua cerita dari keseluruhan buku ini.[2] Unit kedua makro dari isi kitab (3: 1-4: 11) dibagi menjadi dua bagian utama: 3: 1-10 dan 4: 1-11.
Yunus 3 mengandung pola umum dalam warta kenabian: warta penghakiman, pertobatan diterima atau ditolak, diikuti oleh pembebasan atau kutukan. Namun, ada beberapa elemen yang tidak biasa dan unik untuk kitab Yunus. Dalam kitab ini, sebagian besar narasi berbicara tentang nabi daripada warta akan penghakiman itu sendiri. Selain itu, di sini juga dikisahkan tentang kerasnya sifat Yunus yang selalu ingin menghindar dari Allah.[3]
Kitab Yunus tidak terikat hanya satu genre. Berikut ini pendapat kalangan ahli Alkitab tentang genre dari Kitab Yunus: alegori, perumpamaan, midrash, cerita rakyat, cerita anak-anak, novel, satir, komedi, parodi, dan  tragedi. Yunus 3 sendiri mengandung banyak bentuk sastra, termasuk laporan kenabian, narasi (Yunus yang unik), cerita pertobatan, orakel tentang akhir zaman, dan royalitas perintah sang raja.[4]

2.      Uraian: Pertobatan Niniwe (Yun. 3:5-10)
Inti dari warta Yunus adalah agar orang-orang Niniwe mau merendahkan diri dan mencari rahmat ilahi (ay. 1-4). Warta itu mendapat tanggapan yang positif dari Niniwe, termasuk raja dan para pembesarnya (ay. 5-10). Karena itu, tulisan ini ingin fokus pada tanggapan Niniwe terhadap pesan yang dibawa oleh Yunus.
Ayat 5: Orang-orang niniwe menjadi percaya” dan bertobat, setelah hanya satu hari dari pemberitaan Yunus atas mereka (v. 4). Pertobatan itu ditunjukkan dengan puasa dan mengenakan kain kabung” di mana mereka mulai terlibat dalam penderitaan, sebagaimana sikap rendah hati yang hidup dalam tradisi di Timur Dekat kuno saat itu (lih 2 Sam 3:31, 35; 1 Raja-raja 21:27; Neh 9:1-2; Yes. 15:3; 58:5; Dan 9:3; Yoel 1:13-14). Pakaian Kabung biasanya lazim dikenakan oleh orang-orang miskin dan para budak. Dengan demikian, memakainya menggambarkan bahwa seluruh penduduk melihat diri mereka sebagai orang miskin (dari rahmat Allah dalam hal ini) dan budak (hamba Allah). Sikap dan tindakan ini dilakukan oleh semua tingkat penduduk kota (yaitu, tua dan muda, dan kalangan sosial tingkat tinggi dan rendah). Dalam hal ini orang Niniwe tidak ingin menderita dan binasa sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang berlayar bersama Yunus kala itu (bdk. 1:6, 14).[5]
Beberapa ahli percaya bahwa dua malapetaka, banjir dan kelaparan, telah melanda Niniwe di 765 dan 759 SM, ditambah gerhana matahari total pada tanggal 15 Juni 763. Orang Niniwe mungkin melihat fenomena ini sebagai indikasi ketidaksenangan Allah dan menghubungkannya dengan warta yang dibawa oleh Yunus kepada mereka.[6]
Beberapa ahli menghubungkan warta Yunus dengan salah satu dewa yang disembah oleh orang-orang Niniwe, yakni Dagon. Dewa Dagon adalah dewa yang berwujud setengah manusia dan setengah ikan. Selain itu, saat itu Asyur juga memiliki dewi ikan yang bernama Nosh. Orang-orang Niniwe meyakini bahwa Yunus adalah utusan dari dewi Nosh agar mereka menerima warta Yunus tentang Allah yang benar. Tentu hal ini terkait erat dengan pengalaman Yunus yang telah diselamatkan oleh ikan ketika ia dilemparkan ke laut.[7]
Seorang ahli berpendapat bahwa kitab Yunus ini dipakai untuk melawan kaum eksklusif yang memandang keselamatan hanya milik kelompok tertentu. Dengan kata lain, kitab Yunus (secara khusus perikop ini) membuktikan ide universalitas akan keselamatan.
Ayat 6: Ayat 5 bisa menjadi catatan umum respon dari orang-orang Niniwe, dan ayat 6-9 secara lebih rinci menjadi tanggapan atas apa yang terjadi. Bahkan raja” menanggapi warta itu dengan bertobat. Bisa jadi bahwa “Raja Niniweadalah raja Asyur, karena Niniwe adalah sebuah kota terkemuka di kekaisaran itu. Pandangan ini muncul sebagaimana soal penyebutan nama raja dan kekuasaan seperti halnya Raja Ahab dari Israel yang disebut raja Samaria(1 Raja-raja 21:1), Raja Ahazia dari Israel yang disebut raja Samaria(2 Raja-raja 1:3), dan Raja Benhadad dari Aram yang disebut raja Damaskus(2 Taw. 24:23). Dalam hal apapun, penulis menjelaskan bahwa raja yang disebut di sini sebagai raja Niniwe.” Bisa jadi juga bahwa fokus nubuat Yunus adalah khusus Niniwe (ay. 4), tidak termasuk seluruh kekaisaran Asyur.
Ayat 7: Ayat ini menunjukkan sikap raja dan para pembesarnya agar menunjukkan sikap penyesalannya secara serius. Jika raja dan para pembesarnya telah menunjukkan sikapnya maka hal itu akan mendorong seluruh penduduk kota untuk melakukan hal yang sama. Ayat ini juga bukan bermaksud agar binatang pun ikut bertobat tapi agar para pemilik binatang itu yang bertobat dan merendahkan diri dihadapan Allah.
Ayat 8: Orang-orang Niniwe menghubungkan penghakiman yang akan datang dengan perilaku mereka sendiri. Mereka merasa bahwa dengan meninggalkan kejahatan, mereka bisa mendapatkan rahmat dari Allah. Kata Ibrani yang diterjemahkan dengan kekerasan” (Hamas) mengacu pada sikap sombong dan perilaku seseorang yang telah mencapai kekuasaan atas orang lain dan menyalahgunakannya (Kej 16: 5). Kala itu, Asyur adalah kekaisaran yang terkenal dengan kekejaman secara fisik (Nah 3:1, 3-4; lih 2 Raja-raja 18:33-35),  begitu pula dengan orang Kasdim (Hab 1:9; 2:8, 17) dan lain-lain yang sering mengadakan penaklukan agar bisa mendominasi daerah bangsa lain. Diskriminasi terhadap kaum minoritas bisa saja menjadi bagian dari dosa-dosa mereka. Namun, warta Yunus melihat tindakan-tindakan dosa yang lebih besar, yakni dosa di antara sesama mereka sendiri (yang terkait dengan persundalan dan penyembahan berhala).[8]
Ayat 9:  Niniwe berada di kawasan Timur Dekat kuno yang melihat semua kehidupan di bawah kontrol para dewa. Meskipun hidup mereka penuh kejahatan dan kafir, mereka percaya bahwa beberapa dewa keadilan akan menuntut keadilan dari pihak manusia. Mereka juga percaya bahwa tindakan mereka mempengaruhi tindakan dewa mereka. Pandangan dunia ini pada dasarnya hidup pada masa itu. Misalnya, jika mereka berperang dengan bangsa lain, itu artinya dewa mereka juga sedang berperang.
Niniwe kemudian bertobat. Nampaknya pertobatan mereka tidak dimengerti sebagai masuknya orang-orang Niniwe menjadi bagian dari monoteisme sebagaimana yang dianut bangsa Yahudi. Tampaknya tidak mungkin bahwa semua orang Niniwe yang adalah kafir menjadi penganut agama Yahudi (lih 1:16).
Sungguh menakjubkan bahwa Tuhan membawa seluruh kota untuk beriman dan bertobat melalui pemberitaan seorang manusia yang tidak mencintai orang-orang kepada siapa ia wartakan. Maksudnya, Yunus tidak mencintai Niniwe, dia bahkan sangat pesimis dengan warta yang ia lakukan. Namun Allah justru memberikan rahmat pertobatan bagi bangsa yang dibenci oleh nabi-Nya sendiri. Pada akhirnya keselamatan hanya berasal Tuhan (2: 9).[9]
Ayat 10: Allah melihat pertobatan murni dari orang Niniwe dalam tindakan mereka. Buah pertobatan ini telah menahan penghakiman Allah atas perbuatan jahat mereka. Pertobatan menjadi dasar perubahan dalam pemikiran seseorang. Perubahan perilaku seseorang menunjukkan bahwa pertobatan telah terjadi, tetapi tidak semua dari antara mereka yang sungguh-sungguh bertobat (lih Mat 3: 7-10). Niniwe nantinya tetap dipandang sebagai bangsa yang penuh dengan kejahatan. Niniwe akhirnya mengalami penggulingan pada 612 SM, sekitar 150 tahun kemudian, dan peristiwa ini dianggap sebagai perbuatan dosa mereka sendiri.[10]

3.      Teologi Yun. 3:5-10 : Keselamatan Universal dan Kedaulatan Allah
Secara umum Kitab Yunus telah berbicara mengenai warta keselamatan yang dibawa oleh Yunus bagi orang-orang Niniwe. Muncul pertanyaan, mengapa Allah menyelamatkan bangsa yang menjadi musuh bagi Israel yang notabene adalah bangsa pilihan-Nya sendiri. Kiranya kitab ini telah memuat ide teologis di mana keselamatan bukan hanya milik Israel saja. Keselamatan adalah milik setiap bangsa yakni siapa saja yang percaya akan Allah, mau bertobat dan merendahkan diri di hadapan-Nya.
            Secara khusus kitab Yunus bab 3 ini telah memuat poin teologis akan kedaulatan Allah yang nampak pada sifat belaskasihan-Nya yang melampaui batas-batas manusiawi. Allah berkuasa dan berhak menentukan siapa yang akan diselamatkan, karena bagi Allah yang berhak mendapat keselamatan adalah mereka yang percaya kepada-Nya dan mau bertobat atas segala dosa-dosanya terlepas apakah mereka Israel atau non-Israel.

4.      Relevansi Pastoral
Ide tentang universalitas keselamatan kiranya menjadi penting sebagai dasar berpastoral bagi tenaga-tenaga pastoral, khususnya bagi para imam. Kitab Yunus bab 3 ini memberi gambaran bahwa untuk menggapai keselamatan, seseorang harus menyadari diri akan keberdosaannya, bertobat, dan merendahkan diri. Dengan demikian Allah yang Maharahim akan mencurahkan belaskasihnya kepada semua manusia tanpa memandang status, suku, agama, dan sebagainya.
Untuk orang Kristen sendiri, kitab Yunus bab 3 ini memberikan kritik dan ajakan supaya kita tidak melulu bangga dengan identitas sebagai pengikut Kristus yang tidak melakukan apa-apa. Perlu disadari bahwa sebagai orang yang telah dibaptis, kita memang telah disatukan sebagai anak Allah dan mendapat jaminan keselamatan. Namun status ini kiranya jangan membuat kita menjadi sombong sehingga justru mengaburkan iman kita kepada Allah sendiri dan membuat jaminan keselamatan itu justru hilang dari hidup kita. Karena itu, sebagai pengikiut Kristus kita justru dituntut untuk semakin dekat dengan Allah dengan menyadari segala keterbatasan dan keberdosaan, serta selalu mengarahkan diri kepada Allah sang pemberi kehidupan seturut teladan Yesus sendiri.


[1] Leslie C. Allen, The Books of Joel, Obadiah, Jonah and Micah (Grand Rapids: B. Eerdmans Publishing Co., 1976), hlm. 200.
[2] Kevin J. Youngblood, Jonah: God’s Scandalous Mercy (Grand Rapids: Zondervan, 2013), hlm. 94.

[3] Fretheim, Reading Hosea-Micah: A Literary and Theological Commentary (Macon, GA: Smyth & Helwys, 2013), hlm. 171.

[4] Kevin J. Youngblood, Jonah ..., hlm. 124, 129-131.

[5] Steven J. Lawson, “The Power of Biblical Preaching: An Expository Study of Jonah 3:1-10”, dalam
Bibliotheca Sacra 158/631 (July-September 2001), hlm. 331-46.

[6] Donald J. Wiseman, “Jonah's Nineveh”, dalam Tyndale Bulletin 30 (1979), hlm. 44.

[7] Charles Lee Feinberg, Jonah, Micah, and Nahum (New York: American Board of Missions to the Jews, 1951), hlm. 33.
[8] Leslie C. Allen, The Books ..., hlm. 225.

[9] Leslie C. Allen, The Books ..., hlm. 189.

[10] Robert B. Chisholm Jr., “Does God 'Change His Mind'?”, dalam Bibliotheca Sacra 152/608 (October-December 1995), hlm. 398-399.