Transformasi Hidup dari Keberdosaan menuju Pertobatan
melalui Sakramen Pengampunan Dosa
Ulasan
Deskriptif tentang Sakramen Tobat yang Menyembuhkan
- Pengantar
Pada mulanya Allah menciptakan manusia baik adanya. Demikian dikisahkan, “Berfirmanlah Allah: Baiklah Kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di
laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas
segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu
menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1:26-27). Namun dalam perjalanan
hidupnya, manusia mulai terpisah dari Allah akibat dosa. Dosa itu diawali dalam
peristiwa di Taman Eden (Kej 3), peristiwa Kain dan Habel (Kej 4:1-16),
peristiwa Menara Babel (Kej 11:1-9), dan masih banyak teks-teks kitab suci yang
mengisahkan kejatuhan manusia ke dalam dosa. Putusnya hubungan baik antara
manusia dengan Allah menjadikan manusia merasa jauh dengan Allah.[1]
Namun demikian, Allah tidak mau meninggalkan manusia terus berkecimpung dalam
dosa-dosanya. Melalui kasih setia-Nya Allah menarik manusia kembali untuk
memperbaharui hidupnya dengan jalan pertobatan, maka Allah senantiasa
memberikan kerahiman-Nya untuk mengampuni dosa-dosa manusia itu.
- Dosa di hadapan Allah
Seperti telah disebutkan di atas bahwa dosa telah muncul sejak jatuhnya manusia pertama dalam
dosa yang dinyatakan dalam Kitab Kejadian, walaupun kisah penciptaan dengan jelas
menyatakan bahwa manusia tidak diciptakan sebagai orang berdosa. Dua unsur yang
menyebabkan manusia berdosa, yaitu karena manusia jatuh dalam godaan dan
ketidaktaatan pada perintah Allah. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus
dengan sungguh-sungguh menafsirkan perbuatan jahat manusia sebagai tindakan
ketidaktaatan (Rm. 5:19). Ini berarti bahwa manusia, sebagai ciptaan Allah, harus
tunduk kepada pencipta-Nya.[2]
Kata “dosa” dinyatakan
dalam rangka hubungan antara Allah dan manusia, yaitu hubungan rahmat dan iman.
Kata “dosa” berbicara mengenai hubungan antara Allah, yang dalam Kristus
mendatangkan kerajaan-Nya bagi manusia, dan manusia, yang ditebus dalam wafat
dan kebangkitan Kristus. Orang yang beriman berhubungan dengan Allah, karena
Allah telah memanggil manusia dan karena manusia diterima oleh Allah dalam
Kristus yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena
pembenaran kita (Rm. 4:25). [3]
Dosa manusia mendapat wujudnya dalam perbuatan sadar dan bebas tidak ada
dosa tanpa kesadaran, tanpa kebebasan, dan tanpa perbuatan bebas. Sikap yang melawan hubungan dengan Allah
dibutuhkan kebabasan. Dengan kebebasan manusia berarti secara sadar dan mau
untuk berbuat dosa. Berkaitan dengan rahmat, dosa hanya mungkin dipahami dalam
bingkai sejarah keselamatan. Dalam Kristus,
Allah menyatakan kasih-Nya penuh kerahiman.[4]
- Sakramen Tobat yang Menyelamatkan
Meskipun manusia telah berbuat dosa ternyata Allah tetap memberikan janji
keselamatan kepada manusia. Allah akan menghancurkan sumber dosa (Kej 3:15) dan
berjanji tidak akan memusnahkan manusia seperti dalam peristiwa air bah. Allah
berkehendak untuk tetap dekat dan menunjukkan kasih setia-Nya yang tak
terhingga kepada manusia berdosa. Akhirnya, kasih setia Allah kepada manusia
secara nyata tampak dalam diri Yesus Kristus yang sengsara, wafat, dan bangkit
dengan mulia demi menyelamatkan manusia yang berdosa.[5]
Situasi kedosaan manusia di satu sisi dan kasih setia Allah di sisi yang
lain, sungguh dapat dirasakan dan dihayati dalam Gereja melalui sakramen Tobat.
Orang yang berbuat dosa berarti secara sadar memutuskan hubungan baik dengan
Allah dan sesama. Orang tersebut mengalami keterasingan dengan Allah dan
sesamanya. Maka, orang yang berbuat dosa diharapkan untuk memulihkan kembali
relasi yang telah terputus itu, dan hal itu bisa dilakukan dengan menerima
sakramen tobat. Melalui sakramen tobat orang “memperoleh pangampunan dari
belaskasihan Allah atas penghinaan mereka terhadap-Nya; sekaligus mereka
didamaikan dengan Gereja, yang telah mereka lukai dengan berdosa, dan yang
membantu pertobatan mereka dengan cinta kasih, teladan, serta doa-doanya” (LG
11).[6]
Sakramen tobat adalah perwujudan cinta Allah yang mau menawarkan hubungan
kasih dengan manusia. Dalam praktik penerimaan sakramen tobat, ada satu hal
yang tetap dipertahankan yaitu Gereja Katolik meyakini bahwa melalui Gereja,
baik Uskup maupun Imam, Allah berkenan untuk melimpahkan rahmat pengampunan-Nya
kepada orang berdosa. Dengan demikian, Gereja Katolik tidak mengakui adanya
pengakuan dosa yang dihaturkan langsung oleh pendosa kepada Allah, tanpa
melalui Gereja. Hal ini disebabkan karena adanya keyakinan bahwa pendosa yang
bertobat itu dipulihkan hubungannya dengan Allah dan Gereja.[7]
- Kesimpulan
Sewaktu kita melakukan suatu tindakan yang salah dan keliru yang
berakibat fatal, tentu kita akan merasa bersalah, kecewa, menyesal dan
terbebani. Dengan mensharingkan pengalaman akan tindakan yang salah tersebut kepada
orang lain, ganjalan hati dan kekecewaan kita, seakan sudah tidak membebani
lagi. Demikian juga pada saat pengakuan dosa, kita menyampaikan rasa sesal kita
pada bapa pengakuan, maka kita akan menerima absolusi dari imam yang telah mendengarkan
pengakuan dosa kita. Apa yang telah dilepaskan oleh bapa pengakuan (wakil
Gereja), juga dilepaskan oleh Tuhan sendiri (bdk. Mat. 16:16).[8]
[1] L. Prasetya, Sakramen yang Menyelamatkan (Malang: dioma, 2003), hlm. 24.
[2] Karl Kertelge, Dr. Theol., Biblical Revelation about Sin, Conversion,
and the Following of Christ, hlm. 32.
[3] B.
Kieser, “Tobat dalam Hidup Orang Beriman”, dalam Tom Jacobs (ed.), Rahmat bagi Manusia Lamah (Yogyakarta:
Kanisius, 1987), hlm. 47.
[4] B.
Kieser, “Tobat..., hlm. 49.
[5] L.
Prasetya, Sakramen…, hlm. 25.
[6] L.
Prasetya, Sakramen…, hlm. 25-26.
[7] L.
Prasetya, Sakramen…, hlm. 27.
[8] F.
X. Didik Bagiyowinadi, Sakramen
Penyembuhan: Sayang Sekale Kalo Dicuekin! (Yogyakarta: Pustaka Nusatama,
2007), hlm. 29-30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar