Minggu, 06 April 2014

Sakramen Tobat



Transformasi Hidup dari Keberdosaan menuju Pertobatan
melalui Sakramen Pengampunan Dosa
Ulasan Deskriptif tentang Sakramen Tobat yang Menyembuhkan


  1. Pengantar
Pada mulanya Allah menciptakan manusia baik adanya. Demikian dikisahkan,  “Berfirmanlah Allah: Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1:26-27). Namun dalam perjalanan hidupnya, manusia mulai terpisah dari Allah akibat dosa. Dosa itu diawali dalam peristiwa di Taman Eden (Kej 3), peristiwa Kain dan Habel (Kej 4:1-16), peristiwa Menara Babel (Kej 11:1-9), dan masih banyak teks-teks kitab suci yang mengisahkan kejatuhan manusia ke dalam dosa. Putusnya hubungan baik antara manusia dengan Allah menjadikan manusia merasa jauh dengan Allah.[1] Namun demikian, Allah tidak mau meninggalkan manusia terus berkecimpung dalam dosa-dosanya. Melalui kasih setia-Nya Allah menarik manusia kembali untuk memperbaharui hidupnya dengan jalan pertobatan, maka Allah senantiasa memberikan kerahiman-Nya untuk mengampuni dosa-dosa manusia itu.

  1. Dosa di hadapan Allah
Seperti telah disebutkan di atas bahwa dosa telah muncul sejak jatuhnya manusia pertama dalam dosa yang dinyatakan dalam Kitab Kejadian, walaupun kisah penciptaan dengan jelas menyatakan bahwa manusia tidak diciptakan sebagai orang berdosa. Dua unsur yang menyebabkan manusia berdosa, yaitu karena manusia jatuh dalam godaan dan ketidaktaatan pada perintah Allah. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus dengan sungguh-sungguh menafsirkan perbuatan jahat manusia sebagai tindakan ketidaktaatan (Rm. 5:19). Ini berarti bahwa manusia, sebagai ciptaan Allah, harus tunduk kepada pencipta-Nya.[2]
Kata “dosa” dinyatakan dalam rangka hubungan antara Allah dan manusia, yaitu hubungan rahmat dan iman. Kata “dosa” berbicara mengenai hubungan antara Allah, yang dalam Kristus mendatangkan kerajaan-Nya bagi manusia, dan manusia, yang ditebus dalam wafat dan kebangkitan Kristus. Orang yang beriman berhubungan dengan Allah, karena Allah telah memanggil manusia dan karena manusia diterima oleh Allah dalam Kristus yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita (Rm. 4:25). [3]
Dosa manusia mendapat wujudnya dalam perbuatan sadar dan bebas tidak ada dosa tanpa kesadaran, tanpa kebebasan, dan tanpa perbuatan bebas. Sikap yang melawan hubungan dengan Allah dibutuhkan kebabasan. Dengan kebebasan manusia berarti secara sadar dan mau untuk berbuat dosa. Berkaitan dengan rahmat, dosa hanya mungkin dipahami dalam bingkai sejarah keselamatan. Dalam Kristus, Allah menyatakan kasih-Nya penuh kerahiman.[4]

  1. Sakramen Tobat yang Menyelamatkan
Meskipun manusia telah berbuat dosa ternyata Allah tetap memberikan janji keselamatan kepada manusia. Allah akan menghancurkan sumber dosa (Kej 3:15) dan berjanji tidak akan memusnahkan manusia seperti dalam peristiwa air bah. Allah berkehendak untuk tetap dekat dan menunjukkan kasih setia-Nya yang tak terhingga kepada manusia berdosa. Akhirnya, kasih setia Allah kepada manusia secara nyata tampak dalam diri Yesus Kristus yang sengsara, wafat, dan bangkit dengan mulia demi menyelamatkan manusia yang berdosa.[5]
Situasi kedosaan manusia di satu sisi dan kasih setia Allah di sisi yang lain, sungguh dapat dirasakan dan dihayati dalam Gereja melalui sakramen Tobat. Orang yang berbuat dosa berarti secara sadar memutuskan hubungan baik dengan Allah dan sesama. Orang tersebut mengalami keterasingan dengan Allah dan sesamanya. Maka, orang yang berbuat dosa diharapkan untuk memulihkan kembali relasi yang telah terputus itu, dan hal itu bisa dilakukan dengan menerima sakramen tobat. Melalui sakramen tobat orang “memperoleh pangampunan dari belaskasihan Allah atas penghinaan mereka terhadap-Nya; sekaligus mereka didamaikan dengan Gereja, yang telah mereka lukai dengan berdosa, dan yang membantu pertobatan mereka dengan cinta kasih, teladan, serta doa-doanya” (LG 11).[6]
Sakramen tobat adalah perwujudan cinta Allah yang mau menawarkan hubungan kasih dengan manusia. Dalam praktik penerimaan sakramen tobat, ada satu hal yang tetap dipertahankan yaitu Gereja Katolik meyakini bahwa melalui Gereja, baik Uskup maupun Imam, Allah berkenan untuk melimpahkan rahmat pengampunan-Nya kepada orang berdosa. Dengan demikian, Gereja Katolik tidak mengakui adanya pengakuan dosa yang dihaturkan langsung oleh pendosa kepada Allah, tanpa melalui Gereja. Hal ini disebabkan karena adanya keyakinan bahwa pendosa yang bertobat itu dipulihkan hubungannya dengan Allah dan Gereja.[7]

  1. Kesimpulan
Sewaktu kita melakukan suatu tindakan yang salah dan keliru yang berakibat fatal, tentu kita akan merasa bersalah, kecewa, menyesal dan terbebani. Dengan mensharingkan pengalaman akan tindakan yang salah tersebut kepada orang lain, ganjalan hati dan kekecewaan kita, seakan sudah tidak membebani lagi. Demikian juga pada saat pengakuan dosa, kita menyampaikan rasa sesal kita pada bapa pengakuan, maka kita akan menerima absolusi dari imam yang telah mendengarkan pengakuan dosa kita. Apa yang telah dilepaskan oleh bapa pengakuan (wakil Gereja), juga dilepaskan oleh Tuhan sendiri (bdk. Mat. 16:16).[8]


[1] L. Prasetya, Sakramen yang Menyelamatkan (Malang: dioma, 2003), hlm. 24.
[2] Karl Kertelge, Dr. Theol., Biblical Revelation about Sin, Conversion, and the Following of Christ, hlm. 32.

[3] B. Kieser, “Tobat dalam Hidup Orang Beriman”, dalam Tom Jacobs (ed.), Rahmat bagi Manusia Lamah (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 47.

[4] B. Kieser, “Tobat..., hlm. 49.

[5] L. Prasetya, Sakramen…, hlm. 25.
[6] L. Prasetya, Sakramen…, hlm. 25-26.

[7] L. Prasetya, Sakramen…, hlm. 27.

[8] F. X. Didik Bagiyowinadi, Sakramen Penyembuhan: Sayang Sekale Kalo Dicuekin! (Yogyakarta: Pustaka Nusatama, 2007), hlm. 29-30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar