Minggu, 06 April 2014

moral



Pewahyuan Biblis tentang Dosa dan Pengampunan[1]

Dalam Syahadat Nicea Konstantinopel, Gereja mengakui iman akan pengampunan dosa yang secara langsung dihubungkan dengan baptisan. Hal ini memperjelas bahwa pengampunan dosa dan kehidupan baru yang terdapat dalam baptisan saling terkait. Manusia lahir dalam keadaan berdosa yang diakibatkan oleh perbuatan manusia pertama. Karena itu, manusia terperangkap dalam jaring-jaring setan karena kesalahannya tersebut, dan dengan kemampuannya sendiri, manusia tidak dapat lepas bebas dari jaring itu. Sebaliknya, karena cinta-Nya, Allah telah membebaskan manusia dari dosa dan setan. Hanya dalam persatuan dengan Kristus, manusia mendapat kepastian bahwa dosanya telah diampuni dan dilahirkan kembali.

Manusia dan Dosa-Dosanya
Tradisi biblis menyebutkan bahwa dosa telah muncul sejak jatuhnya manusia pertama dalam dosa yang dinyatakan dalam Kitab Kejadian, walaupun kisah penciptaan dengan jelas menyatakan bahwa manusia tidak diciptakan sebagai orang berdosa. Dua unsur yang menyebabkan manusia berdosa, yaitu karena manusia jatuh dalam godaan dan ketidaktaatan pada perintah Allah. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus dengan sungguh-sungguh menafsirkan perbuatan jahat manusia sebagai tindakan ketidaktaatan (Rm. 5:19). Ini berarti bahwa manusia, sebagai ciptaan Allah, harus tunduk kepada pencipta-Nya.
Dasar teologis tentang dosa telah tercermin dalam tradisi Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama, dosa dapat dilihat dalam hubungan personal antara Allah dan Israel. Dosa itu dapat dilukiskan dengan ketidaksetiaan Bangsa Israel terhadap Hukum dan ketetapan-Nya. Secara khusus dalam kisah ini dialami bangsa Israel pada masa Keluaran sampai ke Tanah Terjanji.
Keberdosaan bangsa Israel menjadi tolok ukur untuk mempertobatkan orang-orang pada zaman Paulus. Hal ini dinyatakan dalam Rm. 1:21-23 yang berbunyi “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya... Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar”.
Meningkatnya kesadaran tanggung jawab manusia akan pandangan terhadap dosa termuat dalam kisah Perjanjian Baru. Melalui iman, kita tidak hanya diajarkan untuk menghindari dosa, tetapi juga untuk bertindak secara bertanggung jawab dan melakukan apa yang baik. Kita didorong oleh iman untuk bertindak dengan di dasari oleh cinta, dan melalui “ciptaan baru”, kita disucikan oleh Allah dan diangkat menjadi anak-Nya. Allah dimuliakan dalam diri seorang manusia dengan bantuan Roh Kudus. Namun hal itu bukan karena perbuatan baik manusia, tetapi karena cinta Allah kepada manusia yang akhirnya menuntut kita untuk senantiasa terarah dalam diri Kristus. Arah mendasar tidak lagi didominasi oleh dosa tetapi oleh kasih.
Perjanjian Baru telah menyebutkan bahwa dengan dosa, kita dapat menemukan konsep yang komprehensif tentang sejarah keselamatan. Hal ini mau menyatakan bahwa Allah telah mengalahkan dosa manusia, dan bahwa kita dipanggil kepada iman akan Yesus Kristus untuk dapat mencapai penebusan dosa.

Pengampunan Manusia
Jika dosa dipahami sebagai kegagalan manusia, rahmat pengampunan menjadi sarana refleksi diri manusia atas dosa-dosanya, di mana manusia dituntut menjadi seorang yang percaya akan belas kasih Allah. Dalam pengampunan, manusia kembali kepada Allah. Hal ini tentu bukan atas usaha manusia sendiri, melainkan sebuah jawaban atas panggilan Allah. Pengampunan adalah sebuah tanggapan. Hal ini diawali dengan inisiatif Allah yang berpaling pada  manusia. Melalui nabi Yesaya, Allah berfirman: “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan…, sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain” (Yes. 45:22). Sabda Allah ini telah menawarkan pengampunan bagi manusia.
Dalam dunia Perjanjian Baru Yesus sering hadir dan bergaul dengan para pendosa. Maksudnya sudah jelas, bahwa kedatangan-Nya tidak lain untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosa. Maka, pengampunan menjadi modal pewartaan Kristus bagi pendosa yang mau bertobat. Dalam Mat. 5:39, Yesus bersabda, “... siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”. Yesus tidak menginginkan hukum balas dendam, justru yang Dia harapkan adalah sikap pengampunan yang dilandasi oleh kasih.
            “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu”, sabda Yesus tentang pengampunan dan damai selalu terarah pada relasi manusia yang satu dengan manusia yang lain. Pewahyuan biblis tentang pengampunan mengajarkan kita untuk hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral di dalamnya.


[1] Sumber artikel dari: Karl Kertelge, Dr. Theol., Biblical Revelation about Sin, Conversion, and the Following of Christ, hlm. 31-45.

1 komentar: