JOHN STUART MILL
- Latar Belakang
John
Stuart Mill adalah seorang filsuf, ekonom, serta pembaharu sosial dan politik
Inggris, yang tulisannya banyak dibaca pada zamannya sampai sekarang. Pada awal
pendidikannya ia mendalami sastra Yunani dan Latin Kuno, Sejarah, dan
Matematika. Dalam perjalanan selanjutnya, Mill beralih ke dunia filsafat.
Filsafatnya merupakan usaha untuk membangun dan mempropagandakan suatu bentuk
filsafat positif, yang secara khusus memperhatikan ilmu pengetahuan, kebebasan
individu, dan kebahagiaan manusia. Kebebasan yang ia soroti adalah kebebasan
sosial yang diletakkan dalam kerangka filsafat politik.
Kalangan intelektual dewasa ini mulai menyadari sekaligus
menyatakan bahwa Mill adalah seorang pemikir, yang berusaha mendialogkan
filsafat dengan ekonomi sosial, politik, dan etika. Ia tampil dalam karyanya
yang terbesar dan monumental, yakni On
Liberty (Perihal Kebebasan). Kehadiran buku klasik ini merupakan rintisan
bagi konsep Demokrasi dan Liberalisme.
- Riwayat Hidup
John Stuart Mill lahir pada tanggal 20 Mei 1806 di London, Inggris. Ia
adalah putera sulung dari pasangan James Mill dan Harriet Burrow. Sebagai anak sulung ia mendapat
perhatian yang serius dari keluarganya. Karl Britton mengungkapkan bahwa Mill
mengalami suasana yang aman, damai, dan bahagia dalam keluarga. Suasana seperti
itu dapat dipahami, karena keluarganya mempunyai prinsip bahwa Mill harus
dididik dan diarahkan sedemikian rupa demi perkembangan kepribadiannya. Untuk
mewujudkan cita-cita ini, keluarga (terutama sang ayah) berusaha mendidik Mill
dengan keras dan penuh disiplin. Keseriusan keluarga ini juga dimaksudkan
supaya Mill tidak terpengaruh dengan lingkungan, di mana situasi saat itu
sangat tidak mendukung bagi perkembangan kepribadian seorang anak karena
diwarnai oleh kekerasan. Pendidikan yang keras memberi pengaruh positif bagi
perkembangan hidup Mill.[1]
James, sang ayah sangat menekankan aspek pembinaan intelektual. Untuk
mewujudkan keinginannya, maka James berusaha menumbuhkan minat belajar dalam
diri Mill. James mendidik Mill secara sistematis. Model pendidikan seperti ini
membuat Mill semakin lebih cepat berkembang dalam pengetahuan dari pada
perkembangan usianya. Secara implisit kemauan James ini mempunyai maksud agar
Mill bisa mengikuti jejaknya sebagai filsuf dan ekonom yang terkenal. [2]
Ayahnya bercita-cita mendidik anaknya untuk menjadi seorang pemikir di
kemudian hari. Sejalan dengan itu, maka dalam diri Mill mulai tumbuh keinginan
untuk memperoleh pendidikan yang menyeluruh. Minat tersebut mulai tampak sejak
masa kanak-kanaknya. Ketika usianya baru 3 tahun, Mill sudah mulai belajar
bahasa Yunani. Berkat ketekunan dan keseriusan dalam belajar, pada usia 12
tahun, Mill telah fasih membaca dan akrab dengan sastra Yunani dan Latin Kuno.[3]
Pada tahun 1820, ia tinggal di Prancis Selatan. Dalam masa-masa itu, ia belajar
bahasa dan literatur Prancis. Mill juga mengikuti kursus-kursus lain, seperti
kimia, zoologi, pemikiran-pemikiran para ekonom dan kaum liberal, seperti Adam
Smith dan David Ricardo.
Pada masa mudanya, Mill banyak berkecimpung dalam dunia politik. Pada
tahun 1865-1868 ia menjadi anggota parlemen di kota Westminster. Mill sering
disebut sebagai tokoh leberalis. Selama menjadi anggota parlemen, Mill banyak
membantu krisis yang dihadapi oleh negara Irlandia. Ia juga menjadi anggota
parlemen pertaman yang mengajukan kaum perempuan untuk memiliki hak memilih
dalam pemilu-pemilu. Mill juga mengadakan reformasi sosial dengan mendirikan
serikat-sarikat buruh dan koperasi pertanian.
Dia meninggal di kota Avignon , Perancis, pada tahun 1873, di mana ia dimakamkan di samping makam
istrinya.
- Karya-Karya John Stuart Mill
Perkembangan intelektual Mill, diawali dengan usahanya mengomentari
karya-karya filsuf terkenal. Pada tahun 1822, ia memublikasikan
komentar-komentarnya terhadap pandangan David Ricardo dan James Mill. Dalam komentar-komentar
tersebut, Mill membela pandangan kedua tokoh tersebut. Pada tahun 1829-1830,
Mill memusatkan perhatian pada pengembangan ilmu ekonomi. Untuk mewujudkan
maksud ini, ia menulis 5 essay yang digabungkan menjadi satu judul.
Logika
Pemikiran Mill tentang logika
terdapat dalam karyanya yang berjudul The
Logic. Karya ini merupakan sumbangan pemikiran besar pertama yang
menyajikan kembali pemahaman yang komprehensif dari sebuah pemikiran empiris
dan posisi utilitarian. The Logic juga
menyajikan garis besar yang cukup lengkap dari apa yang sekarang disebut dengan
epistemologi “empiris”, meskipun Mill
sendiri menggunakan “empiris” dalam arti “berbagai macam informasi”, sebagai lawan
dari “pengetahuan ilmiah”. Hal ini dimulai dengan serangan terhadap paham “intuisionisme”
yang dilakukan Mill sepanjang hidupnya, dan hal itu memperjelas keyakinannya
bahwa perencanaan sosial dan tindakan politik harus mengandalkan pengetahuan
ilmiah, bukan pada otoritas, adat, wahyu, atau konsep-konsep. Ajaran Mill
tentang logika telah sukses menyebar dan diterima oleh banyak orang. The Logic kemudian diadopsi sebagai teks
yang pertama di Oxford dan akhirnya di Cambridge, yang kemudian dibaca oleh
banyak orang di luar universitas, termasuk para pekerja.[4]
Dalam The Logic-nya,
empirisme Mill sangat bersifat radikal. Dia menggambarkan perbedaan antara
proposisi ‘verbal’ dan proposisi ‘real’ yang serupa dengan Kant. Perbedaan itu
terletak pada pendapat analitis dan sintetisnya. Tidak seperti Kant, Mill tidak
murni sepenuhnya bersifat matematis, tetapi mengandung kelogisan yang terdapat
dalam proposisi-proposisi dan kesimpulan. Perbedaan lain dengan Kant, Mill
menyangkal beberapa pernyataan sintetis, atau real, yaitu proposisi a priori.[5]
Penalaran
Deduktif
Argumen Mill terhadap
penalaran deduktif dalam Buku I dari logika adalah untuk menunjukkan kesalahan
orang-orang yang mengatakan kesimpulan deduktif (seperti dalam silogisme)
benar-benar tidak berguna karena petitio
proncipii, tetapi pada saat yang sama Mill memperjelas bahwa generalisasi
umum tidak pernah bersumber pada pengetahuan baru. Mill setuju bahwa kesimpulan
dari silogisme tidak dapat berisi lebih dari apa yang ada pada premis-premis
dan bahwa “bukan suatu penalaran induktif dalam dirinya sendiri, karena dari
suatu prinsip umum kita tidak bisa menyimpulkan prinsip-prinsip khusus”.
Penalaran induktif dan penjelasan ilmiah
Pandangan
Mill tentang penalaran induktif jelas sangat penting, karena merupakan
satu-satunya sumber kemungkinan proposisi umum yang substantif. Sedangkan
rincian teorinya cukup rumit, mungkin secara luas dinyatakan singkat. Semua penalaran induksi bersifat metodis dan kritis yang
mencakup prinsip fundamental dari keseragaman alam, yaitu bahwa, apa
yang telah terjadi sekali akan terjadi lagi, jika keadaan cukup mirip.[6]
Ilmu logika dan matematika, menurut Mill, mengemukakan hukum-hukum alam, dan
seperti ilmu-ilmu lain, semuanya berakar pada pengalaman-pengalaman induktif.[7]
Epistemologi
dan Metafisika
Sehubungan
dengan metafisika kontemporer dari pengetahuan eksperensial yang sistematis,
Mill mengaku tidak membahasnya. Namun, dalam epistemologinya terdiri dari
sebagian besar pengalaman eksperensial di mana ia bermaksud untuk menunjukkan
mengapa tidak ada yang melampaui pengetahuan tersebut. Mill mempresentasikan
teori empiris pengetahuan kita tentang dunia eksternal dan orang-orang yang
sama-sama bebas dari skeptisisme Hume dan teologi Berkeley. Dia cukup teliti
dalam filsafatnya sehingga ia mampu menutupi cukup banyak “tanah yang hilang”
dalam diskusi antara empirisme dan positivisme logis pada dekade kedua dan
ketiga abad kedua puluh.[8]
Etika
Menurut Mill, kesepakatan tentang
keyakinan moral merupakan faktor terpenting yang kohesi bagi keputusan dalam
masyarakat, di mana ia merasa bahwa masyarakat pada zamannya kurang menghargai
nilai-nilai moral. Masyarakat saat itu tidak dapat disatukan.
Dalam tulisan etisnya, Mill menuangkan ajarannya
lewat karya yang disebut dengan Utilitarianisme.
Filsafatnya ini memiliki tradisi panjang, meskipun pemikiran Mill tentang
hal ini sangat dipengaruhi oleh Jeremy Bentham dan ayahnya, James Mill. Utilitarianisme berasal dari kata latin utilis, yang artinya “berguna”.
Utilitarianisme secara kelri sering dianggap sebagai “etika sukses”, yakni etka
yang menilai kebaikan orang dari apakah perbuatannya menghasilkan sesuatu yang
berguna atau tidak. Maksud sebenarnya dari utilitarianisme adalah agar setiap
orang selalu bertindak sedemikian rupa sehingga memajukan kebahagiaan atau
kesenangan terbesar dari sebanyak mungkin orang. Pada prinsipnya,
utilitarianisme bersifat universal, karena norma-norma yang ia kejar ialah
akibat-akibat bagi seluruh dunia, bukan akibat baik bagi si pelaku sendiri.
Utilitarianisme menuntut sikap individu untuk bertanggungjawab terhadap
sesamanya.[9]
Oleh karena itu, formulasi Mill yang terkenal tentang utilitarianisme dikenal sebagai “greatest-happiness principle”.
Filsafat
Politik dan Sosial
Pandangan Mill lebih akurat
daripada Benthamites tua tentang pentingnya faktor non rasional dan non
institusional dalam pemahaman masyarakat dan akibatnya yang kurang bergantung
pada reformasi hukum dan pemerintahan. Dia sangat dipercaya dalam pemerintahan
demokratis, tetapi ia yakin bahwa ia tidak dapat bekerja dengan baik kecuali
warga yang dipimpinnya adalah warga yang cukup berpendidikan, toleran terhadap
pandangan yang berlawanan, dan rela mengorbankan kepentingan mereka untuk
kebaikan masyarakat. Ia sangat khawatir tentang kecenderungan demokrasi untuk
menekan individualitas kaum minoritas dan tertindas: memang, bagi sebagian
orang tidak menjadi masalah memaksa orang-orang yang mengendalikan pemerintah
untuk kepentingan rakyat, namun bagi Mill, tampaknya hal itu menjadi masalah yang
krusial. Oleh karena itu, dalam tulisan-tulisannya pada filsafat sosial dan
politik, perhatian utamanya adalah untuk menunjukkan pentingnya kebebasan
pribadi dan pengembangan karakter individu yang kuat dan untuk merancang cara
untuk mendorong pertumbuhan mereka.
Teori Ekonomi
Berkenaan dengan teori ekonomi,
Mill pada awalnya mendukung kebijakan umum laissez-faire,
tetapi meningkatnya kesadaran akan ketidakgunaan kebebasan politik individu tanpa
keamanan ekonomi dan kesempatan membawanya kembali kepada paham sosialisme.
Pada akhir hidupnya ia telah berpikir bahwa sejauh teori ekonomi yang
bersangkutan dijalankan, sosialisme dapat diterima. Hal itu muncul dari rasa
takut Mill bahwa akan memberikan kekuatan besar bagi kecenderungan untuk
melakukan penindasan individu-individu yang dilakukan oleh pihak yang kuat
terhadap pihak yang lemah.[10]
On Liberty[11]
Mill berpikir
bahwa esai yang berjudul “On Liberty” adalah karya yang paling bernilai dari
semua karyanya yang lain. Di dalamnya ia menjaga pandangannya yang telah dinyatakan
sebagai awal 1834, bahwa “satu-satunya dan yang dijamin umat manusia, secara
individual atau kolektif, dicampur dengan kebebasan bertindak dari setiap
jumlah manusia, yakni yang disebut dengan perlindungan diri”. Dalam pandangan
ini, Mill berpendapat kebebasan berpikir dan diskusi. “Kita tidak pernah bisa
yakin,” tulisnya, “bahwa dalam berpendapat, kami berusaha menahan pendapat
palsu, dan jika kami yakin, penyesatan ini merupakan tindakan yang jahat”: hal ini
adalah sebuah baris pertahanan, di mana penilaian tentang pentingnya pengetahuan
sosiologis harus merujuk ke arah tindakan sosial.
Salah
satu argumen Mill yang berkembang lebih jauh dari setiap filsuf sebelumnya
adalah harm principle (prinsip yang
membahayakan). Dalam prinsip ini, menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak
untuk bertindak sesuai yang dia inginkan, selama tindakan ini tidak merugikan
orang lain. Jika tindakan tersebut hanya mempengaruhi secara langsung orang
melakukan tindakan, maka masyarakat tidak memiliki hak untuk campur tangan,
bahkan jika ia merasa sebagai pelaku yang merugikan dirinya sendiri.
Agama
(Religiusitas)
Perhatian
Mill terhadap hidup keagamaan, dituangkan dalam karyanya yang berjudul “On
Nature” dan “The Utility of Religion” pada tahun 1858. Namun, Mill berpikir
bahwa masyarakat Inggris tidak begitu antusias untuk menerima pandangannya
tersebut, walaupun Mill hidup pada masa-masa kebebasan dalam beragama. Selain
itu, ajaran-ajarannya yang berkaitan dengan agama telah bersih dari pengaruh
tokoh pada masa itu, yaitu Auguste Comte.
Pandangan-pandangannya terhadap
keagamaan kemudian termuat dalam Three
Essays On Religion yang dipublikasikan pada tahun 1874. Dalam esaynya ini
termuat berbagai ajarannya tentang agama yang berkaitan dengan dunia.
Kebaikan
Allah
Pernyataan
paling terkenal Mill tentang agama justru tidak termuat dalam Three Essays,
tetapi termuat dalam Examination of Hamilton.
Dalam karyanya di sini, Mill membahas pandangan
Hamilton bahwa kita tidak akan dapat mengetahui secara terang tentang yang
Mutlak. Di sini Mill juga mengkritik teori Mansel bahwa istilah moral yang
diterapkan kepada Allah tidak berarti apa yang mereka maksudkan. Mill keberatan
dengan teori yang mengatasnanakan logika ini. Pada dasarnya, Mill menyatakan
bahwa yang Mutlak itu tidak terdefinisikan dengan kata-kata moral. Mill juga
berpandangan bahwa kebaikan Allah tercermin dalam ciptaan yang maha besar di
dunia ini.[12]
Alam
(Nature)[13]
Dua bagian terakhir dalam Three Essay, bukan menunjukkan
keruntuhan pandangan Mill. Dalam “On Nature”, Mill berpendapat bahwa segala
sesuatu yang telah terjadi adalah baik, sama baiknya dengan buruk. Artinya,
bahwa segala sesuatu itu terjadi karena proses alamiah yang tidak bisa diubah
oleh manusia. Yang Mutlak itu sendiri yang telah mengaturnya.
Alam menjadi tempat bagi manusia
untuk hidup sebagai mahkluk yang berbudaya. Selain itu, alam juga sebagai
tempat yang memberi keamanan dan kebahagiaan, bahkan alam juga berguna untuk
membatasi eksistensi manusia. Sementara itu, kebaikan manusia tidak bersifat
natural. Manusia bersifat untuk mengolah hasil. Bahkan keadilan merupakan
kecerdasan dari manusia.
Selain dua pandangan di atas, Mill
juga menghasilkan pemikirannya tentang kasatuan-kesatuan agama, Allah,
imortalitas dan keajaiban.
- Kesimpulan
Demikianlah uraian singkat
tentang riwayat hidup sekaligus beberapa ajaran singkat John Stuart Mill. Dari
uraian tersebut, kita dapat mengetahui bahwa selain sebagai filsuf, ekonom, dan
sosiolog, Mill dikenal sebagai pemimpin muda radikal dan tokoh propaganda
reformasi intelektual[14].
Mill, yang berasal dari keluarga yang sangat menekankan perkembangan
intelektual, kemudian justru berminat terhadap hal-hal sosial, politik, dan
terutama kebebasan sosial dari setiap individu dan demokrasi.
Kepustakaan
Britton,
Karl. John Stuart Mill. London: Pinguin Books.
1953.
Concise Routledge Encyclopedia
of Philosophy. USA and Canada: Routledge. 2000.
Copleston,
Frederick. History of Philosophy Bentham to Russel,
vol. III. London:
Burns and Oates Limited. 1963.
Edwads, Paul (ed.). The
Encyclopedia of Philosophy. vol. 5-6. USA: Macmillan. 1967.
Mill, John Stuart. Perihal
Kebebasan (Judul asli: On Leberty). Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 1996.
Suseno, Magnis. Etika
Dasar: Masalah-masalah Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. 1987.
[1] Karl Britton, John Stuart Mill (London: Pinguin Books, 1953), hlm. 13-15.
[2]
Frederick Copleston, “John
Stuart Mill: The Utilitarian Movement” dalam History of Philosophy Bentham to Russel, vol. III, (London: Burns
and Oates Limited, 1963), hlm. 50-92.
[4]
Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia of
Philosophy, vol. 5-6, (USA: Macmillan, 1967), hlm. 315-316.
[5] Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy
(USA and Canada: Routledge, 2000), hlm. 573.
[6]
Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia..., hlm.
316.
[7] Concise Routledge..., hlm. 573.
[8]
Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia..., hlm.
318.
[9] Magnis
Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah
Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 122-124. Bdk. Copleston, “John Stuart..., hlm. 28-30.
[14]
Istilah “tokoh propaganda reformasi intelektual” dipopulerkan oleh Alex Lanur
(penerjemah buku On Liberty). [Lih. John
Stuart Mill, Perihal Kebebasan (judul
asli: On Liberty) (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2005), hlm. 183.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar