Minggu, 06 April 2014

filsafat modern



JOHN STUART MILL

  1. Latar Belakang
            John Stuart Mill adalah seorang filsuf, ekonom, serta pembaharu sosial dan politik Inggris, yang tulisannya banyak dibaca pada zamannya sampai sekarang. Pada awal pendidikannya ia mendalami sastra Yunani dan Latin Kuno, Sejarah, dan Matematika. Dalam perjalanan selanjutnya, Mill beralih ke dunia filsafat. Filsafatnya merupakan usaha untuk membangun dan mempropagandakan suatu bentuk filsafat positif, yang secara khusus memperhatikan ilmu pengetahuan, kebebasan individu, dan kebahagiaan manusia. Kebebasan yang ia soroti adalah kebebasan sosial yang diletakkan dalam kerangka filsafat politik.
Kalangan intelektual dewasa ini mulai menyadari sekaligus menyatakan bahwa Mill adalah seorang pemikir, yang berusaha mendialogkan filsafat dengan ekonomi sosial, politik, dan etika. Ia tampil dalam karyanya yang terbesar dan monumental, yakni On Liberty (Perihal Kebebasan). Kehadiran buku klasik ini merupakan rintisan bagi konsep Demokrasi dan Liberalisme.

  1. Riwayat Hidup
John Stuart Mill lahir pada tanggal 20 Mei 1806 di London, Inggris. Ia adalah putera sulung dari pasangan James Mill dan Harriet Burrow. Sebagai anak sulung ia mendapat perhatian yang serius dari keluarganya. Karl Britton mengungkapkan bahwa Mill mengalami suasana yang aman, damai, dan bahagia dalam keluarga. Suasana seperti itu dapat dipahami, karena keluarganya mempunyai prinsip bahwa Mill harus dididik dan diarahkan sedemikian rupa demi perkembangan kepribadiannya. Untuk mewujudkan cita-cita ini, keluarga (terutama sang ayah) berusaha mendidik Mill dengan keras dan penuh disiplin. Keseriusan keluarga ini juga dimaksudkan supaya Mill tidak terpengaruh dengan lingkungan, di mana situasi saat itu sangat tidak mendukung bagi perkembangan kepribadian seorang anak karena diwarnai oleh kekerasan. Pendidikan yang keras memberi pengaruh positif bagi perkembangan hidup Mill.[1]
James, sang ayah sangat menekankan aspek pembinaan intelektual. Untuk mewujudkan keinginannya, maka James berusaha menumbuhkan minat belajar dalam diri Mill. James mendidik Mill secara sistematis. Model pendidikan seperti ini membuat Mill semakin lebih cepat berkembang dalam pengetahuan dari pada perkembangan usianya. Secara implisit kemauan James ini mempunyai maksud agar Mill bisa mengikuti jejaknya sebagai filsuf dan ekonom yang terkenal. [2]
Ayahnya bercita-cita mendidik anaknya untuk menjadi seorang pemikir di kemudian hari. Sejalan dengan itu, maka dalam diri Mill mulai tumbuh keinginan untuk memperoleh pendidikan yang menyeluruh. Minat tersebut mulai tampak sejak masa kanak-kanaknya. Ketika usianya baru 3 tahun, Mill sudah mulai belajar bahasa Yunani. Berkat ketekunan dan keseriusan dalam belajar, pada usia 12 tahun, Mill telah fasih membaca dan akrab dengan sastra Yunani dan Latin Kuno.[3] Pada tahun 1820, ia tinggal di Prancis Selatan. Dalam masa-masa itu, ia belajar bahasa dan literatur Prancis. Mill juga mengikuti kursus-kursus lain, seperti kimia, zoologi, pemikiran-pemikiran para ekonom dan kaum liberal, seperti Adam Smith dan David Ricardo.
Pada masa mudanya, Mill banyak berkecimpung dalam dunia politik. Pada tahun 1865-1868 ia menjadi anggota parlemen di kota Westminster. Mill sering disebut sebagai tokoh leberalis. Selama menjadi anggota parlemen, Mill banyak membantu krisis yang dihadapi oleh negara Irlandia. Ia juga menjadi anggota parlemen pertaman yang mengajukan kaum perempuan untuk memiliki hak memilih dalam pemilu-pemilu. Mill juga mengadakan reformasi sosial dengan mendirikan serikat-sarikat buruh dan koperasi pertanian.
Dia meninggal di kota Avignon , Perancis, pada tahun 1873, di mana ia dimakamkan di samping makam istrinya.

  1. Karya-Karya John Stuart Mill
Perkembangan intelektual Mill, diawali dengan usahanya mengomentari karya-karya filsuf terkenal. Pada tahun 1822, ia memublikasikan komentar-komentarnya terhadap pandangan David Ricardo dan James Mill. Dalam komentar-komentar tersebut, Mill membela pandangan kedua tokoh tersebut. Pada tahun 1829-1830, Mill memusatkan perhatian pada pengembangan ilmu ekonomi. Untuk mewujudkan maksud ini, ia menulis 5 essay yang digabungkan menjadi satu judul.
            Logika
Pemikiran Mill tentang logika terdapat dalam karyanya yang berjudul The Logic. Karya ini merupakan sumbangan pemikiran besar pertama yang menyajikan kembali pemahaman yang komprehensif dari sebuah pemikiran empiris dan posisi utilitarian. The Logic juga menyajikan garis besar yang cukup lengkap dari apa yang sekarang disebut dengan  epistemologi “empiris”, meskipun Mill sendiri menggunakan “empiris” dalam arti “berbagai macam informasi”, sebagai lawan dari “pengetahuan ilmiah”. Hal ini dimulai dengan serangan terhadap paham “intuisionisme” yang dilakukan Mill sepanjang hidupnya, dan hal itu memperjelas keyakinannya bahwa perencanaan sosial dan tindakan politik harus mengandalkan pengetahuan ilmiah, bukan pada otoritas, adat, wahyu, atau konsep-konsep. Ajaran Mill tentang logika telah sukses menyebar dan diterima oleh banyak orang. The Logic kemudian diadopsi sebagai teks yang pertama di Oxford dan akhirnya di Cambridge, yang kemudian dibaca oleh banyak orang di luar universitas, termasuk para pekerja.[4]
Dalam The Logic-nya, empirisme Mill sangat bersifat radikal. Dia menggambarkan perbedaan antara proposisi ‘verbal’ dan proposisi ‘real’ yang serupa dengan Kant. Perbedaan itu terletak pada pendapat analitis dan sintetisnya. Tidak seperti Kant, Mill tidak murni sepenuhnya bersifat matematis, tetapi mengandung kelogisan yang terdapat dalam proposisi-proposisi dan kesimpulan. Perbedaan lain dengan Kant, Mill menyangkal beberapa pernyataan sintetis, atau real, yaitu proposisi a priori.[5]

Penalaran Deduktif
      Argumen Mill terhadap penalaran deduktif dalam Buku I dari logika adalah untuk menunjukkan kesalahan orang-orang yang mengatakan kesimpulan deduktif (seperti dalam silogisme) benar-benar tidak berguna karena petitio proncipii, tetapi pada saat yang sama Mill memperjelas bahwa generalisasi umum tidak pernah bersumber pada pengetahuan baru. Mill setuju bahwa kesimpulan dari silogisme tidak dapat berisi lebih dari apa yang ada pada premis-premis dan bahwa “bukan suatu penalaran induktif dalam dirinya sendiri, karena dari suatu prinsip umum kita tidak bisa menyimpulkan prinsip-prinsip khusus”.



Penalaran induktif dan penjelasan ilmiah
      Pandangan Mill tentang penalaran induktif jelas sangat penting, karena merupakan satu-satunya sumber kemungkinan proposisi umum yang substantif. Sedangkan rincian teorinya cukup rumit, mungkin secara luas dinyatakan singkat. Semua penalaran induksi bersifat metodis dan kritis yang mencakup prinsip fundamental dari keseragaman alam, yaitu bahwa, apa yang telah terjadi sekali akan terjadi lagi, jika keadaan cukup mirip.[6] Ilmu logika dan matematika, menurut Mill, mengemukakan hukum-hukum alam, dan seperti ilmu-ilmu lain, semuanya berakar pada pengalaman-pengalaman induktif.[7]

            Epistemologi dan Metafisika
            Sehubungan dengan metafisika kontemporer dari pengetahuan eksperensial yang sistematis, Mill mengaku tidak membahasnya. Namun, dalam epistemologinya terdiri dari sebagian besar pengalaman eksperensial di mana ia bermaksud untuk menunjukkan mengapa tidak ada yang melampaui pengetahuan tersebut. Mill mempresentasikan teori empiris pengetahuan kita tentang dunia eksternal dan orang-orang yang sama-sama bebas dari skeptisisme Hume dan teologi Berkeley. Dia cukup teliti dalam filsafatnya sehingga ia mampu menutupi cukup banyak “tanah yang hilang” dalam diskusi antara empirisme dan positivisme logis pada dekade kedua dan ketiga abad kedua puluh.[8]

            Etika
Menurut Mill, kesepakatan tentang keyakinan moral merupakan faktor terpenting yang kohesi bagi keputusan dalam masyarakat, di mana ia merasa bahwa masyarakat pada zamannya kurang menghargai nilai-nilai moral. Masyarakat saat itu tidak dapat disatukan.
Dalam tulisan etisnya, Mill menuangkan ajarannya lewat karya yang disebut dengan Utilitarianisme. Filsafatnya ini memiliki tradisi panjang, meskipun pemikiran Mill tentang hal ini sangat dipengaruhi oleh Jeremy Bentham dan ayahnya,  James Mill. Utilitarianisme berasal dari kata latin utilis, yang artinya “berguna”. Utilitarianisme secara kelri sering dianggap sebagai “etika sukses”, yakni etka yang menilai kebaikan orang dari apakah perbuatannya menghasilkan sesuatu yang berguna atau tidak. Maksud sebenarnya dari utilitarianisme adalah agar setiap orang selalu bertindak sedemikian rupa sehingga memajukan kebahagiaan atau kesenangan terbesar dari sebanyak mungkin orang. Pada prinsipnya, utilitarianisme bersifat universal, karena norma-norma yang ia kejar ialah akibat-akibat bagi seluruh dunia, bukan akibat baik bagi si pelaku sendiri. Utilitarianisme menuntut sikap individu untuk bertanggungjawab terhadap sesamanya.[9] Oleh karena itu, formulasi Mill yang terkenal tentang utilitarianisme dikenal sebagai “greatest-happiness principle”.

            Filsafat Politik dan Sosial
Pandangan Mill lebih akurat daripada Benthamites tua tentang pentingnya faktor non rasional dan non institusional dalam pemahaman masyarakat dan akibatnya yang kurang bergantung pada reformasi hukum dan pemerintahan. Dia sangat dipercaya dalam pemerintahan demokratis, tetapi ia yakin bahwa ia tidak dapat bekerja dengan baik kecuali warga yang dipimpinnya adalah warga yang cukup berpendidikan, toleran terhadap pandangan yang berlawanan, dan rela mengorbankan kepentingan mereka untuk kebaikan masyarakat. Ia sangat khawatir tentang kecenderungan demokrasi untuk menekan individualitas kaum minoritas dan tertindas: memang, bagi sebagian orang tidak menjadi masalah memaksa orang-orang yang mengendalikan pemerintah untuk kepentingan rakyat, namun bagi Mill, tampaknya hal itu menjadi masalah yang krusial. Oleh karena itu, dalam tulisan-tulisannya pada filsafat sosial dan politik, perhatian utamanya adalah untuk menunjukkan pentingnya kebebasan pribadi dan pengembangan karakter individu yang kuat dan untuk merancang cara untuk mendorong pertumbuhan mereka.

Teori Ekonomi
Berkenaan dengan teori ekonomi, Mill pada awalnya mendukung kebijakan umum laissez-faire, tetapi meningkatnya kesadaran akan ketidakgunaan kebebasan politik individu tanpa keamanan ekonomi dan kesempatan membawanya kembali kepada paham sosialisme. Pada akhir hidupnya ia telah berpikir bahwa sejauh teori ekonomi yang bersangkutan dijalankan, sosialisme dapat diterima. Hal itu muncul dari rasa takut Mill bahwa akan memberikan kekuatan besar bagi kecenderungan untuk melakukan penindasan individu-individu yang dilakukan oleh pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.[10]

On Liberty[11]
            Mill berpikir bahwa esai yang berjudul “On Liberty” adalah karya yang paling bernilai dari semua karyanya yang lain. Di dalamnya ia menjaga pandangannya yang telah dinyatakan sebagai awal 1834, bahwa “satu-satunya dan yang dijamin umat manusia, secara individual atau kolektif, dicampur dengan kebebasan bertindak dari setiap jumlah manusia, yakni yang disebut dengan perlindungan diri”. Dalam pandangan ini, Mill berpendapat kebebasan berpikir dan diskusi. “Kita tidak pernah bisa yakin,” tulisnya, “bahwa dalam berpendapat, kami berusaha menahan pendapat palsu, dan jika kami yakin, penyesatan ini merupakan tindakan yang jahat”: hal ini adalah sebuah baris pertahanan, di mana penilaian tentang pentingnya pengetahuan sosiologis harus merujuk ke arah tindakan sosial.
            Salah satu argumen Mill yang berkembang lebih jauh dari setiap filsuf sebelumnya adalah harm principle (prinsip yang membahayakan). Dalam prinsip ini, menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk bertindak sesuai yang dia inginkan, selama tindakan ini tidak merugikan orang lain. Jika tindakan tersebut hanya mempengaruhi secara langsung orang melakukan tindakan, maka masyarakat tidak memiliki hak untuk campur tangan, bahkan jika ia merasa sebagai pelaku yang merugikan dirinya sendiri.

            Agama (Religiusitas)
               Perhatian Mill terhadap hidup keagamaan, dituangkan dalam karyanya yang berjudul “On Nature” dan “The Utility of Religion” pada tahun 1858. Namun, Mill berpikir bahwa masyarakat Inggris tidak begitu antusias untuk menerima pandangannya tersebut, walaupun Mill hidup pada masa-masa kebebasan dalam beragama. Selain itu, ajaran-ajarannya yang berkaitan dengan agama telah bersih dari pengaruh tokoh pada masa itu, yaitu Auguste Comte.
               Pandangan-pandangannya terhadap keagamaan kemudian termuat dalam Three Essays On Religion yang dipublikasikan pada tahun 1874. Dalam esaynya ini termuat berbagai ajarannya tentang agama yang berkaitan dengan dunia.

Kebaikan Allah
            Pernyataan paling terkenal Mill tentang agama justru tidak termuat dalam Three Essays, tetapi termuat dalam Examination of Hamilton. Dalam karyanya di sini, Mill membahas pandangan Hamilton bahwa kita tidak akan dapat mengetahui secara terang tentang yang Mutlak. Di sini Mill juga mengkritik teori Mansel bahwa istilah moral yang diterapkan kepada Allah tidak berarti apa yang mereka maksudkan. Mill keberatan dengan teori yang mengatasnanakan logika ini. Pada dasarnya, Mill menyatakan bahwa yang Mutlak itu tidak terdefinisikan dengan kata-kata moral. Mill juga berpandangan bahwa kebaikan Allah tercermin dalam ciptaan yang maha besar di dunia ini.[12]

Alam (Nature)[13]
            Dua bagian terakhir dalam Three Essay, bukan menunjukkan keruntuhan pandangan Mill. Dalam “On Nature”, Mill berpendapat bahwa segala sesuatu yang telah terjadi adalah baik, sama baiknya dengan buruk. Artinya, bahwa segala sesuatu itu terjadi karena proses alamiah yang tidak bisa diubah oleh manusia. Yang Mutlak itu sendiri yang telah mengaturnya.
            Alam menjadi tempat bagi manusia untuk hidup sebagai mahkluk yang berbudaya. Selain itu, alam juga sebagai tempat yang memberi keamanan dan kebahagiaan, bahkan alam juga berguna untuk membatasi eksistensi manusia. Sementara itu, kebaikan manusia tidak bersifat natural. Manusia bersifat untuk mengolah hasil. Bahkan keadilan merupakan kecerdasan dari manusia.
           
            Selain dua pandangan di atas, Mill juga menghasilkan pemikirannya tentang kasatuan-kesatuan agama, Allah, imortalitas dan keajaiban.


  1. Kesimpulan
            Demikianlah uraian singkat tentang riwayat hidup sekaligus beberapa ajaran singkat John Stuart Mill. Dari uraian tersebut, kita dapat mengetahui bahwa selain sebagai filsuf, ekonom, dan sosiolog, Mill dikenal sebagai pemimpin muda radikal dan tokoh propaganda reformasi intelektual[14]. Mill, yang berasal dari keluarga yang sangat menekankan perkembangan intelektual, kemudian justru berminat terhadap hal-hal sosial, politik, dan terutama kebebasan sosial dari setiap individu dan demokrasi.



Kepustakaan

Britton, Karl. John Stuart Mill. London: Pinguin Books. 1953.

Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy. USA and Canada: Routledge. 2000.

Copleston, Frederick. History of Philosophy Bentham to Russel, vol. III. London: Burns and Oates Limited. 1963.

Edwads, Paul (ed.). The Encyclopedia of Philosophy. vol. 5-6. USA: Macmillan. 1967.

Mill, John Stuart. Perihal Kebebasan (Judul asli: On Leberty). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1996.

Suseno, Magnis. Etika Dasar: Masalah-masalah Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. 1987.



[1] Karl Britton, John Stuart Mill (London: Pinguin Books, 1953), hlm. 13-15.

[2] Frederick Copleston, “John Stuart Mill: The Utilitarian Movement” dalam History of Philosophy Bentham to Russel, vol. III, (London: Burns and Oates Limited, 1963), hlm. 50-92.

[3] Karl Britton, John…, hlm. 10-11.
[4] Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia of Philosophy, vol. 5-6, (USA: Macmillan, 1967), hlm. 315-316.

[5] Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy (USA and Canada: Routledge, 2000), hlm. 573.

[6] Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia..., hlm. 316.

[7] Concise Routledge..., hlm. 573.

[8] Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia..., hlm. 318.

                [9] Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 122-124. Bdk. Copleston, “John Stuart...,  hlm. 28-30.

                [10] Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia..., hlm. 320.

                [11] Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia..., hlm. 320; bdk. Concise Routledge..., hlm. 574.
                [12] Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia..., hlm. 321.

                [13] Paul Edwads (ed.), The Encyclopedia..., hlm. 321-322.

[14] Istilah “tokoh propaganda reformasi intelektual” dipopulerkan oleh Alex Lanur (penerjemah buku On Liberty). [Lih. John Stuart Mill, Perihal Kebebasan (judul asli: On Liberty) (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm. 183.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar