Selasa, 12 Januari 2016

Sakramen Ekaristi



PELAYAN HOMILI DALAM LITURGI

1.      Pengantar
Salah satu bentuk pewartaan sabda Allah dalam Gereja Katolik adalah melalui homili. Homili menjadi sarana untuk meneruskan sabda Allah kepada umat beriman dengan sejelas-jelasnya. Homili bertujuan agar umat beriman mengerti dengan baik misteri iman yang terkandung dalam sabda Allah. Karena itu, pembawa homili harus memiliki kecakapan dan pemahaman yang lebih akan sabda Allah yang akan dibagikan kepada umat beriman. Berangkat dari sini, tulisan ini hendak menyajikan siapa yang memiliki wewenang untuk menyampaikan homili itu. Dengan kata lain, tulisan ini hendak mengulas secara ringkas tentang pelayan-pelayan homili dalam liturgi Gereja Katolik.

2.      Pengertian Homili
Secara harafiah, kata “homili” berasal dari kata Yunani, yakni homiliayang berarti percakapan dalam suasana akrab dengan pribadi yang lain. Dalam konteks Gereja, istilah homilia pertama kali dipopulerkan oleh Origenes. Ia memberi arti homilia  sebagai penjelasan atas isi Kitab Suci yang dimaklumkan dalam perayaan. Penjelasan tersebut bertujuan untuk memahami pesan-pesan rohani dengan kesimpulan-kesimpulan praktis untuk dihayati, baik dalam perayaan maupun dalam kehidupan sehari-hari.[1]
            “Homili merupakan bagian dari liturgi dan sangat dianjurkan, sebab homili itu penting untuk memupuk semangat hidup Kristen” (PUMR 65). Karena itu, penting untuk diperhatikan bahwa homili berbeda dengan kotbah. Kotbah memiliki arti yang lebih luas dan biasanya digunakan dalam konteks yang lebih umum. Sedangkan homili umumnya hanya dipakai dalam konteks liturgi Gereja. Homili merupakan bagian utuh dari liturgi.[2]
3.      Homili dalam Liturgi
Homili tidak bisa lepas dari liturgi. Liturgi itu sendiri merupakan puncak dari kehidupan Gereja. Dalam liturgi, terutama Ekaristi mengalir sumber rahmat yang dicurahkan kepada setiap orang beriman, dan darinya diperoleh pengudusan manusia serta pemuliaan Allah dalam Kristus.[3] Dalam liturgi Gereja, khususnya Ekaristi, homili masuk pada bagian liturgi sabda. Puncak dari liturgi sabda adalah pemakluman Injil suci. Homili mengalir dari puncak ini sebagai pengajaran atau pengejawantahan Injil suci yang dibacakan dalam perayaan liturgi. Karena itu, homili disebut sebagai bentuk kotbah yang paling unggul.[4]
Homili merupakan bentuk pewartaan Sabda Allah dalam liturgi. Sabda Allah sendiri diyakini sebagai kekuatan yang memberi daya kepada setiap orang beriman untuk menjadi saksi Kristus sampai ke ujung bumi (bdk. Mat 28:16-20). Maka sudah sepantasnya homili di dalam liturgi harus diperhatikan dengan serius. Dalam pengertian ini, homili berarti meng-“hic et nunc”-kan karya keselamatan Allah, agar semua orang yang mendengarnya memperoleh keselamatan.[5]
Homili dalam perayaan liturgi dipandang sebagai saat yang lebih tepat” (SC 35) untuk mewartakan Sabda Tuhan supaya semakin banyak orang diselamatkan. Saat homili adalah saat yang tepat untuk mewartakan Sabda Allah karena “homili merupakan pewartaan keajaiban-keajaiban Allah dalam sejarah keselamatan atau misteri Kristus yang selalu hadir dan berkarya di tengah kita, teristimewa dalam perayaan-perayaan liturgis” (SC 35). Dengan demikian, jelaslah bahwa homili akan menjelaskan dan mengaktualkan karya keselamatan Allah yang terjadi pada masa lampau, namun sekarang ini menjadi nyata di tengah umat.[6]

4.      Pelayan Homili
4.1  Para Klerus: Orang yang Dipanggil dan Diutus
Misi Gereja yang utama adalah mewartakan Sabda Allah ke segala penjuru dunia (bdk. Mat 28:16-20). Tugas ini harus diemban secara khusus oleh para uskup, para imam, dan para diakon.[7] Tugas ini dimengerti sebagai usaha untuk melanjutkan tugas yang diberikan Kristus kepada para rasul-Nya (bdk. DV 7). Maka pewartaan ini pertama-tama harus ditempatkan dalam pewahyuan Bapa lewat Sabda Hidup-Nya, dalam Kitab Suci sebagai penerusan wahyu Allah itu, dalam tradisi dan pengajaran Gereja yang resmi (bdk. LG 25), dalam misi pewartaan dan dalam liturgi resmi Gereja (bdk. SC 33 dan 35). Artinya tugas pewartaan itu harus benar-benar diperhatikan oleh seorang klerus karena tugas tersebut adalah tugas utamanya sebagai seorang tertahbis dan secara khusus tugas itu dijalankannya dengan melaksanakan homili sebaik-baiknya.[8] Melalui homili, seorang klerus membagi-bagikan atau menyuguhkan santapan kehidupan dari meja sabda Allah bagi umat yang beribadat.[9]
Homili sebagai bagian Liturgi sendiri sangat dianjurkan. Di situ hendaknya sepanjang Tahun Liturgi diuraikan misteri-misteri iman dan kaidah-kaidah hidup kristiani berdasarkan teks Kitab Suci.[10] Pernyataan ini dimaksudkan untuk memberi peringatan kepada para imam untuk menyadari tugas utama sebagai pewarta Allah. Maka di dalamperayaan-perayaan liturgis, homili seorangimam harus betul-betul diperhatikan sehingga sabda Allah itu sampai pada umat dan menyelamatkan mereka.[11]
Selain sebagai pewartaan Sabda Allah, homili juga berfungsi untuk membawa orang pada rekonsiliasi. Rekonsiliasi berarti suatu perubahan di mana terjadi perbaikan hubungan antara manusia dengan Allah, Gereja, sesama, dan seluruh lingkungan hidup. Melalui homili, seseorang disadarkan akan apa yang telah ia lakukan.  Maka, seorang gembala dituntut untuk betul-betul mengenal permasalahan umatnya dan budaya yang dihidupinya secara tepat. Seorang imam, sebagai gembala, harus benar-benar mengenal domba-domba Yesus karena pewartaan yang disampaikan lewat homili harus “menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya dan bergaul dengan mereka untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan dengan diri-Nya dan menyambut mereka di dalamnya”.[12]
Melalui rahmat tahbisan, seorang imam menerima rahmat Roh Kudus yang memampukan ia untuk mewartakan Injil. Maka, homili seorang klerus adalah nasehat dan dukungan supaya umat Allah hidup dalam paguyuban yang saling mencintai. Homili itu juga harus mendorong umat untuk terlibat aktif di dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas sehingga cinta kepada sesama benar-benar diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.[13]
Dalam Kitab Hukum Kanonik juga dijelaskan mengenai apa, siapa, dan bagaimana berhomili. Kanon 762 memberi gambaran secara umum tentang tugas berhomili sebagai tugas utama dari pelayan rohani karena di dalam homili itu, seorang pelayan mewartakan Injil Allah kepada sesamanya. Para klerus mempunyai kewajiban untuk mewartakan Sabda Allah kepada umat yang hadir di dalam sebuah perayaan liturgis.
Secara khusus, tugas untuk mewartakan sabda Allah dalam homili menjadi tanggung-jawab yang pasti bagi para pastor kelapa paroki. Pastor paroki terikat kewajiban untuk mengusahakan agar sabda Allah diwartakan uth kepada orang-orang yang tinggal di paroki. Karena itu, hendaknya pastor paroki mengusahakan agar kaum beriman kristiani awam mendapat pengajaran dalam kebenaran iman, terutama dalam homili yang harus diadakan pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib dalam Gereja.[14]

4.2  Awam: Orang yang Mempunyai Integritas Hidup
Selain klerus, Gereja memberi juga kemungkinan kepada para biarawan-biarawati dan awam untuk membawakan homili. Ide ini berasal dari pemahaman masa kini tentang konsep imamat umum yang melekat pada setiap orang yang telah dibaptis (bdk. LG 31-34; AA 3). Di sisi lain, berdasarkan sifatnya yang profan awam dituntut untuk lebih berperan aktif dalam pewartaan masa kini (bdk. GS 40). Kehidupan konkret menjadi tempat pewartaan yang sangat efektif.
Peran aktif awam di dalam hidup menggereja didasarkan pada persatuannya yang mesra dengan Kristus sebagai kepala Gereja (AA 3). Persatuan itu diperoleh melalui Sakramen Baptis, Krisma, dan Ekaristi. Kemungkinan bagi awam untuk berhomili akhir-akhir ini menjadi kentara, khususnya di daerah yang mengalami kekurangan imam. Di tempat-tempat terpencil, seorang awam, entah dalam kapasitasnya sebagai ketua stasi ataupun guru agama harus memimpin ibadat liturgis yang tentu saja pada kesempatan itu, ia harus menyampaikan homili.[15]
Seperti halnya para klerus, para awam yang dipercaya untuk membawakan homili tentu harus memenuhi kriteria-kriteria agar homili yang mereka sampaikan juga dapat menyentuh realitas para pendengarnya. Selain itu, ia haruslah seorang awam yang dipandang baik dan saleh, seorang yang mempunyai dedikasi dan komitmen yang tulus bagi Gereja dan awam tersebut diterima umat dengan baik. Ia juga harus mempersiapkan homilinya dengan baik agar isi dari homili tersebut dapat dikomunikasikan dengan pendengarnya.[16]
Homili dalam Misa (karena penting serta maknanya) adalah wewenang imam atau diakon. Mengenai corak-corak lain untuk berkotbah, kaum awam diantara umat beriman dapat diperkenankan untuk berkotbah di dalam gereja atau tempat ibadat lain, tetapi di luar konteks Misa, jika situasi tertentu menuntutnya atau pula jika hal ini berguna dalam keadaan khusus, sesuatu dengan ketentuan hukum. Hal ini boleh dilaksanakan jika di tempat-tempat tertentu ada kekurangan pelayan tertahbis, supaya dengan demikian suatu kebutuhan dipenuhi; namun tindakan darurat ini tidak boleh menjadi suatu kebiasaan; juga tidak boleh dipandang sebagai bentuk autentik kemajuan awam. Semuanya harus ingat bahwa izin yang demikian hanya boleh diberikan oleh Ordinaris setempat dan hanya untuk kasus-kasus tertentu; maka izin ini tidak dapat diberikan oleh orang lain, termasuk oleh imam atau diakon.[17]

4.3  Kepribadian Pembawa Homili
Berhasil tidaknya sebuah pewartaan di dalam homili berkaitan erat dengan kepribadian pembawa homili. Homili akan semakin diperhatikan jika ditopang oleh kehidupan moral yang baik dari si pembawa homili. Maka homili harus lahir dari hati yang penuh kasih di mana setiap saat pembawa homili membina relasi pribadinya dengan Allah dan sesama. Selain itu, setiap pembawa homili harus tahu, akrab, dan terus bergaul dengan Kitab Suci agar ia mempunyai kebenaran-kebenaran iman di dalamnya dan pada gilirannya dapat dibagikan kepada umat yang menjadi alamat homilinya.[18]
Homili tidak dipandang sebagai pelengkap bacaan saja. Oleh karena itu, dari pihak umat beriman dituntut perhatian yang sungguh-sungguh saat homili, sedangkan dari pelayan homili sendiri dituntut keseriusan dan kerja keras dalam mempersiapkan dan menyampaikan homili.[19]

5.      Penutup
Homili menunjuk pada bentuk pewartaan Sabda Allah yang disampaikan dalam Ekaristi. Pemberi homili adalah para tertahbis. Selain para tertahbis, homili dapat juga diberikan oleh awam dengan melihat ketentuan yang terdapat dalam Redemtoris Sacramentum, no. 65,66, dan 161. Hal yang ingin dilihat di sini yaitu bahwa homili berbeda dengan kotbah, pidato, ataupun berbagai bentuk penyampaian materi secara lisan lainnya.
            Klerus sebagai pembawa homili yang lazim, patut untuk menyadari tugasnya sebagai seorang pelayan sabda dengan menjelaskan misteri-misteri iman dan norma-norma kristiani yang menjadi tuntutan hidup bagi umat beriman. Karena itu, para klerus (terutama para pastor yang berkarya di paroki) harus melaksanakan homili setiap hari Minggu dan hari-hari raya wajib Gereja serta dalam perayaan-perayaan liturgi lainnya demi pertumbuhan iman umat beriman.


[1] Bernard Boli Ujan, “Pengertian, Sejarah Singkat, dan Tempat Homili dalam Liturgi”, dalam KomisiLiturgi KWI (ed.), Homiletik: PanduanBerkotbahEfektif(Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm. 15-16.

[2]Konsili Vatikan II, “Konstitusi tentang Liturgi Suci” (SC), dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI – Obor, 1993), no.52; bdk. E. Martasudjita, Seputar Ibadat Sabda (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 6
[3] SC 10.

[4]Kitab Hukum Kanonik 1983 (Codex Iuris Canonici 1983), Edisi Resmi Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Sekretariat KWI (Jakarta: KWI, 2006), Kan. 767, § 1.

[5]Mateus Mali, “Teologi Homili”, dalam KomisiLiturgi KWI (ed.), Homiletik ..., hlm. 53.

[6]Mateus Mali, “Teologi…,  hlm. 53.
[7]Konsili Vatikan II, “Konstitusi Dogmatis tentang Gereja” (LG), dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI – Obor, 1993), no. 25; bdk. PO 4; bdk. juga LG 29.

[8]Mateus Mali, “Teologi…,  hlm. 54-55.

[9] Berthold Anton Pareira, Homiletik: Bimbingan Berkotbah (Malang: Dioma, 2004), hlm. 13.

[10]SC 52.

[11]Mateus Mali, “Teologi…,  hlm. 55.

[12]Konsili Vatikan II, “Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi” (DV), dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI – Obor, 1993), no. 2.
[13]Mateus Mali, “Teologi,  hlm. 56.

[14] Kan. 528 $ 2.
[15]Mateus Mali, “Teologi,  hlm. 59.

[16]Mateus Mali, “Teologi,  hlm. 60.

[17]RS, no. 161.

[18]Mateus Mali, “Teologi,  hlm. 61-62.
[19] Frans Sugiyono, Mencintai Liturgi (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 62.

1 komentar:

  1. This is how my associate Wesley Virgin's biography begins with this shocking and controversial VIDEO.

    You see, Wesley was in the military-and soon after leaving-he revealed hidden, "mind control" tactics that the government and others used to get anything they want.

    These are the EXACT same methods many celebrities (notably those who "come out of nowhere") and the greatest business people used to become wealthy and famous.

    You've heard that you use only 10% of your brain.

    That's really because most of your BRAINPOWER is UNCONSCIOUS.

    Maybe that thought has even taken place IN YOUR very own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head seven years ago, while driving an unregistered, beat-up garbage bucket of a car with a suspended driver's license and in his bank account.

    "I'm absolutely fed up with living paycheck to paycheck! When will I become successful?"

    You've been a part of those those questions, ain't it right?

    Your very own success story is going to be written. You need to start believing in YOURSELF.

    Take Action Now!

    BalasHapus