Yesus dan Hari Raya Pentahbisan Bait Allah
Uraian Eksegetis atas Yoh. 10:22-42
1. Pengantar: Seputar Hari Raya
Pentahbisan Bait Allah
Pada Yoh 10:22, penginjil mengemukakan setting tempat dan waktu pada keseluruhan kisah Yoh 10:22-42. Setting itu ialah Hari Raya Pentahbisan
Bait Allah. Dalam bahasa Ibrani hari Raya Pentahbisan Bait Allah disebut Hanukkah. Istilah
Ibrani ini berasal dari sebuah teks pada abad pertama masehi. Hari raya
Pentahbisan Bait Allah merupakan hari raya yang terlahir kemudian (terakhir)
dalam tradisi keagamaan Yahudi. Perayaan yang relatif baru ini dirayakan untuk
memperingati ‘peresmian’ kembali Bait Allah setelah Yudas Makabe berhasil
merebut Yerusalem pada tahun 164 SM.[1]
Pada tahun 175 SM, Antiokus IV naik takhta di Syria. Ia memiliki
rencana untuk memperluas kekuasaannya sampai ke Mesir. Namun sebelum itu ia
harus melakukan konsolidasi atas kekuasaanya pada daerah-daerah kecil yang
berada di bawah pemerintahannya, termasuk Israel (lih. 1 Mak. 1:41). Rencana
AntiokusIV ini mendapat perlawanan dan penolakan dari orang-orang Yahudi
sendiri. Meski demikian, tetap mendapat dukungan dari kalangan/kaum aristokrat
dan imam-imam Yahudi.Antiokus IV lalu menggulingkan imam yang sah, Onias III,
dan menjual imamat itu kepada Onias saudara Yosua, yang mengubah namanya
menjadi “Jason”. Antiokus IV membangun sebuah tempat olah raga, gymnasium di Yerusalem (1 Mak. 1:11-13).
Orang-orang Yahudi yang ikut berpartisipasi dalam olah raga tersebut harus
menyembunyikan identitas mereka, yakni sunat. Hal ini mengindikasikan bahwa,
mereka mulai tidak mengakui tanda perjanjian. Lalu, Antiokus IV menyebut diri
sebagai “Epifanes”(manifestasi Allah) dan memerintahkan semua orang (termasuk
Yahudi) untuk menyembah dewa Zeus Olympios, dewa Yunani. Dengan demikian
orang-orang Yahudi akan melupakan hukum dan mengubah semua tata cara
peribadatan (1 Mak. 1:49). Pada tanggal lima belas bulan Kislew tahun 167 SM
mulai diadakan pengorbanan untuk Zeus di Bait Allah. Pengorbanan ini dilakukan
di altar pagan yang terletak pada mezbah korban bakaran Bait Allah.[2]
Situasi ini memunculkan pemberontakan yang diawali oleh seorang imam
Yahudi, Matatias. Pemberontakan ini kemudian dilanjutkan oleh putra Matatias sendiri
yang bernama Yudas. Yudas akhirnya dapat mengalahkan dominasi Syria pada tahun
164 SM (1 Mak. 2:1-4:35). Setelah memenangi perlawanan dengan pasukan Syria,
Yudas mengadakan pemurnian Bait Allah. Altar kurban yang baru kembali
didirikan. Areal Bait Allah juga dipugar kembali. Yudas juga memasang
lampu-lampu untuk menyinari tempat kudus sebagai tanda restorasi Bait Allah (1
Mak. 4:46-51; bdk. 2 Mak. 10:1-4). Semua itu terjadi pada tanggal 25 Kislew tahun
164 SM, tiga tahun setelah Antiokus IV mencemari Bait Allah dengan praktek
kekafiran. Perayaan yang dimulai dengan penyucian altar ini berlangsung selama
delapan hari. Sejak saat itulah hari raya Pentahbisan Bait Allah dirayakan
secara rutin oleh orang Yahudi dalam setiap tahunnya untuk mengenang pemugaran
dan penyucian Bait Allah yang telah dicemari oleh Antiokus IV.[3]
2. Pembagian Teks Yoh. 10:22-42
a.
Ay. 22-23: Setting: Yesus berada di Bait Allah pada hari raya Pentahbisan Bait
Allah. Saat itu adalah musim dingin.
b.
Ay. 24: Orang-orang Yahudi
memasuki kisah dan mengajukan pertanyaan kepada Yesus tentang Mesias.
c.
Ay. 25-30: Jawaban Yesus tentang
dasar dan tujuan status mesianis-Nya.
d.
Ay. 31-39: Yesus menunjukkan
karya-karya-Nya sebagai bukti kesatuan-Nya dengan Bapa (ay. 32, 34-35, 37-38),
sementara orang-orang Yahudi berusaha melempari-Nya dengan batu (ay. 31, 33),
menuduh Yesus sebagai penghujat (33, 36), dan berusaha untuk menangkap-Nya (ay.
39).
e.
Ay. 40-42: Yesus meninggalkan Bait
Allah (ay. 40). Banyak orang mencari Yesus dan kesaksian Yohanes atas diri
Yesus dinyatakan benar (ay. 41-42).[4]
3. TafsirYoh. 10:22-42[5]
3.1 Ayat 22-23: Setting
“Hari Raya Pentahbisan Bait Allah”. Hari raya
Pentahbisan Bait Allah memiliki kemiripan dengan hari raya Pondok Daun, yakni
sama-sama dirayakan selama delapan hari. Penyebutan urutan kedua untuk pesta
ini (Pondok Daun kemudian Pentahbisan Bait Allah) mengindikasikan beberapa hal.
Pertama, penginjil ingin melanjutkan urutan pesta dalam kalender. Kedua,
penginjil ingin membawa pembaca akan peristiwa paskah yang semakin dekat.
Ketiga, penginjil mengaitkan hari raya Pentahbisan Bait Allah dengan bab 7, di
mana pada hari raya Pondok Daun, Yesus telah bersaksi tentang diri-Nya, dan
melihat konfrontasi berikutnya sebagai kelanjutan atas penolakan orang-orang
Yahudi atas ke-Mesias-an Yesus. Keempat, penginjil hendak menekankan musim
dingin pada saat itu, di mana “musim dingin” diartikan sebagai kiasan simbolik
yang melukiskan iklim spiritual.[6]
“Yesus berjalan-jalan di
Bait Allah pada musim dingin”. Musim dingin yang dimaksud kemungkinan besar
hendak menyebutkan cuaca yang berangin. Adalah sesuatu yang kurang tepat jika
pada situasi seperti itu, Yesus berjalan-jalan di serambi Salomo. Nampaknya
“musim dingin” memang mau melukiskan iklim spiritual.
3.2 Ayat 24: Pertanyaan Orang-orang Yahudi tentang Mesias
Orang-orang Yahudi tetap berkerumun
di sekitar Yesus meskipun setting telah
berubah (bukan lagi hari Raya Pondok Daun). Pertanyaan orang-orang Yahudi
kepada Yesus pada pesta Pentahbisan Bait Allah ini melanjutkan perdebatan yang
terjadi ketika pesta Pondok Daun, tiga bulan sebelumnya. Pada hari Raya Pondok
Daun, orang-orang Yahudi memperdebatkan ke-Mesias-an Yesus di kalangan mereka
sendiri. Kini pertanyaan itu dilontarkan langsung kepada Yesus (ay. 24).
3.3 Ayat 25-30: Jawaban Yesus tentangDasar dan Tujuan Status
Mesianis-Nya
Sebenarnya perdebatan tentang
kemesiasan Yesus sudah ada pada bab 7.
Pada bab 7 sebenarnya Yesus telah menyatakan diri-Nya sebagai mesias. Nampaknya
orang-orang Yahudi “lupa” akan peristiwa tiga bulan lalu. Karena itu Yesus
kembali mengingatkan mereka, “Aku telah mengatakan kepadamu, tetapi kamu tidak
percaya” (10:25a). Dalam 10:25a ini, secara implisit Yesus mengungkapkan
kedegilan hati orang-orang Yahudi yang sukar untuk percaya.
Menanggapi pertanyaan orang-orang
Yahudi itu, Yesus meminta mereka untuk melihat karya-karya-Nya yang dilakukan
atas nama Bapa. Pekerjaan-pekerjaan itulah yang memberi kesaksian tentang
kemesiasan-Nya. Yesus kembali menggunakan alegori tentang Gembala yang Baik
untuk melukiskan diri-Nya sebagaimana yang telah Ia sampaikan pada hari raya
Pondok Daun. Namun, mereka tetap tidak percaya akan sabda-Nya. Karena itu,
orang-orang Yahudi bukanlah termasuk kawanan domba bagi Gembala Baik karena
mereka tidak percaya akan Firman-nya. Domba yang baik adalah domba yang
mendengarkan suara Sang Gembala dan menanggapi sabda-Nya (ay. 3,4,14,16),
tetapi orang-orang Yahudi tidak. Di sinilah alegori dan aplikasi itu menyatu
dan nyata.
Citra domba dari Si Gembala Baik, yang mendengar suara-Nya dan
mengikuti-Nya memunculkan keutamaan bagi orang-orang yang memiliki iman sejati
(otentik). Kawanan domba itu tidak akan pernah hilang. Seorang yang percaya,
“mendengar” (1:41;3:8,29;4:42;5:24,28), memiliki “hidup yang kekal”
(3:15,16,36;5:24,39), “mengikuti” Yesus (1:37,44;8:12), dan “tidak akan perhan
hilang” (3:16;6:12,27,39). Gambaran Yesus sebagai Gembala yang Baik ini memberikan
wawasan kepada pembaca bahwa siapa yang percaya kepada Yesus akan diselamatkan
sedangkan orang-orang yang menolak untuk mengimani-Nya akan menuju kematian.
Domba-domba Yesus tidak dapat direnggut oleh siapapun karena kehidupan
orang beriman terikat oleh kasih karunia Bapa. Tidak ada kekuatan yang lebih
besar dari Bapa. Karena itu kehidupan orang yang percaya akan terjamin
oleh-Nya. Yesus memiliki Bapa yang melampaui semua kekuatan lain (Ay. 29).
Pada hari Raya Pentahbisan Bait Allah bangsa Israel merayakan kehadiran
Allah. Hal ini juga yang dirayakan Israel pada hari raya Pondok Daun, di mana
Bait Allah dipulihkan. Mereka meyakini bahwa pada saat-saat seperti itulah
Allah hadir kepada bangsa-Nya. Mereka melihat kehadiran Allah hanya dalam
bentuk fisik semata. Bahkan, pada tataran tertentu mereka mengklaim bahwa Allah
adalah hanya milik mereka. Namun Yesus memberikan pandangan baru tentang
kehadiran Allah bagi manusia. Yesus mengatakan bahwa Allah dapat hadir dengan
berbagai cara, kapan dan di mana. Bukan hanya pada pesta-pesta Yahudi semata.
Bagi Yesus, Bapa akan hadir dan menyertai siapa saja yang percaya kepada-Nya.
Yesus juga menegaskan bahwa iman dalam firman-Nya mengikat orang beriman untuk
sampai kepada Bapa.
Pernyataan bahwa “Aku dan Bapa adalah satu” (ay. 30) menegaskan bahwa
tidak perlu lagi melihat ke bangunan fisik Bait Allah untuk mengetahui
kehadiran Allah akan umat-Nya. Yesus yang hadir sebelum “orang-orang Yahudi”,
menunjuk pada diri-Nya sendiri dan menyatakan bahwa Dia adalah kehadiran Allah
yang kelihatan. Tentu ini tidak sesuai dengan arti mesias yang mereka pahami.
Sebab mesias dalam Yudaisme tidak akan berani mengklaim diri dapat menggantikan
Bait Allah dengan diri-Nya sendiri, tapi hal itulah yang justru dibuat oleh
Yesus. Melalu penyataan diri Yesus, janji dalam prolog kini menjadi nyata dan
penuh, “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita
telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan sebagai Anak
Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (1:14). Di sini, penginjil
bukan semata-mata tertarik dengan ilmu metafisika tetapi mau menyatakan
kesatuan tujuan yang menyatukan Bapa dan Putera, yang tercipta dari cinta dan
ketaatan.Setting pewartaan Yesus yang
terjadi pada pesta Pentahbisan Bait Allah menunjukkan lebih lanjut bahwa
kesatuan antara Allah dan Bait Allah yang dipandang sebagai wujud kehadiran
Allah dalam umat-Nya disempurnakan dalam kesatuan Yesus dengan Bapa-Nya.[7]
3.4 Ayat 31-39: Orang-orang Yahudi Menolak Yesus sebagai Bait
Allah yang Baru
Klaim Yesus tentang kesatuan-Nya
dengan Bapa menjadi dasar atas argumen yang dikembangkan sepanjang bab 5-10.
Karena kesatuan Anak dan Bapa, Yesus berani mengklaim previlege-Nya atas hari
Sabat (5:19-30) dan berani menyatakan bahwa Diri-Nya sebagai roti yang turun
dari surga, yang menyempurnakan “manna” yang ditetapkan dalam hukum pada
perayaan Paskah (6:44-50). Ia juga menyatakan diri sebagai air kehidupan dan
terang dunia (5:19-30), dan menyatakan diri sebagai Mesias yang menyempurnakan harapan mesianis
Israel yang dirayakan dalam hari raya Pondok Daun (10:1-18). Namun kenangan
lain dikaitkan dengan perayaan Pentahbisan Bait Allah: Akankah “orang-orang
Yahudi” tidak akan pernah mengkhianati lagi Allah mereka? Tindakan mereka yang
mengambil batu dan hendak melempari Yesus (ay.31) menunjukkan bahwa
“orang-orang Yahudi” kembali melakukan profanasi sebagaimana yang dahulu telah
dilakukan oleh Antiokus IV dan wakil-wakilnya. Pada saat itu Antiokus IV berusaha
menyingkirkan segala sesuatu (simbol-simbol dan ritus) yang menghadirkan Allah
bagi Israel, seperti mengganti meja kurban menjadi meja penyembahan Zeus.
Yesus berbicara lagi tentang
pekerjaan dan tindakan mana yang menyebabkan orang-orang mau melempari diri-Nya
(ay.32). Pertanyaan dari Yesus ini menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi
tersebut tidak menyadari kebenaran yang sesungguhnya. Mereka jatuh pada suatu
penafsiran yang dangkal akan Hukum mereka sendiri dengan mengatakan bahwa Yesus
telah menghujat Allah, sementara yang dilakukan Yesus adalah “pekerjaan baik”.
Penghujatan yang mereka maksud terletak pada klaim Yesus akan keilahian-Nya
(ay. 33). Tindakan orang-orang Yahudi (hendak melempari Yesus dengan batu)
menunjukkan bahwa mereka lupa akan perayaan Pentahbisan Bait Allah yang sedang
mereka rayakan. Mereka lupa bahwa pemulihan Bait Allah merupakan kenangan atas
dibangunnya Bait Allah dengan batu melalui tangan manusia. Yesus adalah Bait
Allah baru dan hidup yang akan mereka hancurkan. Sungguh jelas bahwa pemahaman
mereka tentang Yesus sebagai penghujat adalah sangat ironis.[8]
Jawaban Yesus pada ayat 33-38
merupakan pengembangan lebih lanjut dari yang dinyatakan-Nya pada ay. 30. Yesus
dan Bapa adalah satu, maka menuduh Yesus sebagai penghujat merupakan suatu
pengkhianatan yang serius terhadap Allah Israel. Menanggapi tindakan
orang-orang Yahudi ini, Yesus menggunakan tehknik beragumentasi cara Yahudi
sendiri, yakni dari yang kecil kepada yang lebih besar. Mengacu pada Hukum
Yahudi sendiri dengan menujukkan isi Kitab Suci, Yesus mengutip Mzm. 82:6, “Aku
berkata, kamu adalah Tuhan”. Jika dalam Kitab Suci, umat Allah dapat disebut
“allah” (ay. 35: kecil), apalagi Dia yang telah diutus untuk menyebut diri-Nya
sebagai “Putera Allah” (ay. 36: besar). Melalui cara ini, orang-orang
Yahudi dihakimi oleh Kitab Suci mereka
sendiri. Yesus menyatakan bahwa Ia tidak meniadakan tradisi asli Israel, tetapi
menyempurnakan apa yang telah dijanjikan Allah yang menguduskan dan yang mengutus
Putera-Nya ke dunia.
Peristiwa pentahbisan Bait Allah
merupakan kenangan akan pengudusan altar kurban yang telah dinodai oleh
Antiokus IV dengan praktek kekafiran. Demikian juga kehadiran Yesus ke dunia.
Yesus datang sebagai yang diutus Bapa, kehadirannya sungguh nyata di dunia, dan
Ia datang untuk menyempunakan pengudusan Bait Allah yang dahulu dilakukan oleh
Yudas Makabe pada tahun 164 SM. Yesus membawa paradigma baru tentang kehadiran
Allah di dunia. Kini Allah hadir bukan hanya dalam altar baru yang dikuduskan
tetapi Allah hadir dalam daging dan darah Putera yang telah diutus Bapa dan yang
telah dikuduskan (ay.36).
Yesus adalah bukti kehadiran nyata
Putera Allah di antara orang-orang Yahudi (ay. 36b), dan karya-karya-Nya
mencerminkan karya Bapa. Jika mereka ingin menunjukkan kesetiaan kepada Allah,
Bapa Yesus sendiri, maka mereka juga harus menerima semua sabda dan
tindakan Yesus. Ada logika internal
tentang karya Yesus yang dinyatakan oleh seseorang yang mengenal Yesus sebagai
asal dan tujuan: Jika Yesus tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah,
orang-orang Yahudi dinyatakan benar, dengan tindakan mereka yang tidak percaya
kepada-Nya; tetapi hal ini berbeda, orang-orang Yahudi telah melihat dan
mendengar pekerjaan-pekerjaan Allah yang dilakukan Yesus dan mereka tetap tidak
percaya (ay. 37). Orang-orang Yahudi merayakan kesetiaan mereka kepada Allah
yang hadir di Bait Allah, namun mereka tidak siap menerima Allah yang sama yang
terlihat dalam karya-karya Yesus. Di akhir kata-kata-Nya, Yesus mengajak mereka
untuk menerima kebenaran yang sekarang tampak dalam segala pekerjaan Yesus
melebihi iman mereka tentang kehadiran Allah yang hanya hadir dalam Bait Allah
(ay. 38).
Kata-kata terakhirnya pada perayaan
Pentahbisan Bait Allah merupakan penegasan kembali dari ay. 30. Yesus
menegaskan bahwa hanya ada satu cara untuk sampai kepada Bapa, yaitu melalui
Anak-Nya yang Tunggal; hanya ada satu tempat di mana Bapa dapat ditemukan dan
dipahami, yakni pada Putera-Nya yang Tunggal. Yesus tetap mengajak mereka yang
kurang percaya untuk menerima wahyu dari Allah dalam karya-karya-Nya. Jika
mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Yesus mereka akan mengerti
kebenaran yang terkandung pada ay. 30 bahwa Yesus dan Bapa adalah satu, “Bapa
di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (ay. 38).
Pada pesta Pondok Daun, beberapa
orang mendapat secercah harapan dan iman bahwa Yesus sungguh-sungguh mesias.
Namun pada pesta Pentahbisan Bait Allah yang dirayakan tiga bulan sesudah
Pondok Daun, semua harapan tersebut menghilang. Hal itu nampak dari sikap
orang-orang Yahudi yang berusaha melempari Yesus dengan batu (ay. 31,33), dan
mereka mencoba untuk menangkapnya, namun Yesus luput dari tangan mereka (ay.
39). Meskipun kekacauan dan konflik yang terjadi cukup besar, namun saatnya
belum tiba (2:4, 7:30). Karena itu Yesus dapat “melarikan diri” dari tangan
orang-orang Yahudi yang mencoba untuk membunuh-Nya (ay.39).
3.5 Konklusi (Ay. 40-42)
Meskipun terjadi penolakan terhadap
Yesus (ay. 31-39), ay. 40-42 tetap memuat kisah tanggapan positif dari
orang-orang yang percaya kepada-Nya (ay. 42). Yesus meninggalkan konflik dengan
orang-orang Yahudi di Bait Allah dan meninggalkan Yerusalem untuk menyeberangi
Sungai Yordan, ke tempat Yohanes membaptis, dan tinggal di situ (ay. 40).
Yohanes Pembaptis memang membuat
banyak tanda-tanda, tapi banyak orang tetap percaya akan kebenaran bahwa
Yesuslah mesias, bukan Yohenes. Dalam hal ini nubuat Yohanes tentang Yesus sebagai
mesias adalah benar adanya (10:41). Yohanes menubuatkan bahwa Yesus adalah Anak
Domba Allah, yang menghapus dosa dunia (1:29, 36), yang penuh dengan Roh
(1:32), dan yang akan membaptis dengan Roh (1:33). Yesus adalah mempelai
laki-laki yang mempunyai pengantin (3:29), dan jika Yohanes Pembaptis bukanlah
Kristus (1:20, 25; 3:28) maka kesimpulannya ialah bahwa Yesus adalah Kristus.
Akhirnya banyak orang yang percaya dengan kesaksian ini (10:42).
4. Penutup
Kisah tentang kehadiran
Yesus pada pesta-pesta Yahudi, Sabat, Paskah, Pondok Daun, dan Pentahbisan Bait
Allah menunjukkan bahwa tatanan lama (ajaran tradisi Israel) tidak dihancurkan
melainkan telah disempurnakan. Perayaan-perayaan itu menunjukkan siapakah
Yesus: Ia adalah hakim dan pemberi kehidupan (Sabat); roti yang benar dari
surga (Paskah); air hidup, terang dunia, Gembala Baik yang diutus Allah untuk
memberikan nyawa-Nya bagi kawanan domba (Pondok Daun); dan Bait Allah yang
hidup di tengan-tengah dunia (Pentahbisan Bait Allah).
Perayaan Pentahbisan Bait
Allah merupakan perayaan di mana orang-orang Yahudi merasakan kehadiran Allah
dalam Bait Allah yang telah disucikan. Kehadiran Yesus pada perayaan ini
menyempurnakan kehadiran Allah bagi umat pilihan-Nya.Yesuslah Bait Allah yang
baru, manifestasi Allah yang kelihatan. Allah hadir secara sempurna dalam diri
Yesus melalui karya-karya-Nya. Karena itu penolakan orang-orang Yahudi atas
Yesus sebagai Bait Allah yang baru menunjukkan akan profanasi Bait Allah yang
dahulu telah dilakukan oleh Antiokus IV.
[1] Francis J. Moloney, The Gospel
of John, dalam J. Harrington (ed.), Sacra
Pagina Series, Vol. 4 (Collegeville, Minnesota: The Liturgical Press,
1990), hlm. 312-313.
[2]Francis J. Moloney, Sign and
Ahadows: Reading John 5-12 (New York: Fortress Press, 1996), hlm. 144.
[3]Francis J. Moloney, The Gospel
..., hlm. 313.
[4]Francis J. Moloney, The Gospel
..., hlm. 314; bdk. Francis J. Moloney, Sign
..., hlm. 145.
[5]Poin ini sebagian besar disarikan dari Francis J. Moloney, The Gospel ..., hlm. 314-318; bdk.
Francis J. Moloney, Sign ..., hlm.
144-150.
[6]Rudolf Schnakenburg, The Gospel
According to St. John, Vol. 2 (Freiburg: Burn & Oates, 1971), hlm.
304-305.
[7]Francis J. Moloney, The Gospel
..., hlm. 315-316; bdk. Leon Marris, The
New International Commentary on the New Testament: The Gospel According to John
(Grand Rapids: B. Eerdmans Publishing Co., 1971), hlm. 515-520.
[8]Francis J. Moloney, The Gospel
..., hlm. 316; bdk. Leon Marris, The New...,
hlm. 523-524.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar