Selasa, 12 Januari 2016

Injil Yohanes



Yesus dan Hari Raya Pentahbisan Bait Allah
Uraian Eksegetis atas Yoh. 10:22-42

1.      Pengantar: Seputar Hari Raya Pentahbisan Bait Allah
Pada Yoh 10:22, penginjil mengemukakan setting tempat dan waktu pada keseluruhan kisah Yoh 10:22-42. Setting itu ialah Hari Raya Pentahbisan Bait Allah. Dalam bahasa Ibrani hari Raya Pentahbisan Bait Allah disebut Hanukkah. Istilah Ibrani ini berasal dari sebuah teks pada abad pertama masehi. Hari raya Pentahbisan Bait Allah merupakan hari raya yang terlahir kemudian (terakhir) dalam tradisi keagamaan Yahudi. Perayaan yang relatif baru ini dirayakan untuk memperingati ‘peresmian’ kembali Bait Allah setelah Yudas Makabe berhasil merebut Yerusalem pada tahun 164 SM.[1]
Pada tahun 175 SM, Antiokus IV naik takhta di Syria. Ia memiliki rencana untuk memperluas kekuasaannya sampai ke Mesir. Namun sebelum itu ia harus melakukan konsolidasi atas kekuasaanya pada daerah-daerah kecil yang berada di bawah pemerintahannya, termasuk Israel (lih. 1 Mak. 1:41). Rencana AntiokusIV ini mendapat perlawanan dan penolakan dari orang-orang Yahudi sendiri. Meski demikian, tetap mendapat dukungan dari kalangan/kaum aristokrat dan imam-imam Yahudi.Antiokus IV lalu menggulingkan imam yang sah, Onias III, dan menjual imamat itu kepada Onias saudara Yosua, yang mengubah namanya menjadi “Jason”. Antiokus IV membangun sebuah tempat olah raga, gymnasium di Yerusalem (1 Mak. 1:11-13). Orang-orang Yahudi yang ikut berpartisipasi dalam olah raga tersebut harus menyembunyikan identitas mereka, yakni sunat. Hal ini mengindikasikan bahwa, mereka mulai tidak mengakui tanda perjanjian. Lalu, Antiokus IV menyebut diri sebagai “Epifanes”(manifestasi Allah) dan memerintahkan semua orang (termasuk Yahudi) untuk menyembah dewa Zeus Olympios, dewa Yunani. Dengan demikian orang-orang Yahudi akan melupakan hukum dan mengubah semua tata cara peribadatan (1 Mak. 1:49). Pada tanggal lima belas bulan Kislew tahun 167 SM mulai diadakan pengorbanan untuk Zeus di Bait Allah. Pengorbanan ini dilakukan di altar pagan yang terletak pada mezbah korban bakaran Bait Allah.[2]
Situasi ini memunculkan pemberontakan yang diawali oleh seorang imam Yahudi, Matatias. Pemberontakan ini kemudian dilanjutkan oleh putra Matatias sendiri yang bernama Yudas. Yudas akhirnya dapat mengalahkan dominasi Syria pada tahun 164 SM (1 Mak. 2:1-4:35). Setelah memenangi perlawanan dengan pasukan Syria, Yudas mengadakan pemurnian Bait Allah. Altar kurban yang baru kembali didirikan. Areal Bait Allah juga dipugar kembali. Yudas juga memasang lampu-lampu untuk menyinari tempat kudus sebagai tanda restorasi Bait Allah (1 Mak. 4:46-51; bdk. 2 Mak. 10:1-4). Semua itu terjadi pada tanggal 25 Kislew tahun 164 SM, tiga tahun setelah Antiokus IV mencemari Bait Allah dengan praktek kekafiran. Perayaan yang dimulai dengan penyucian altar ini berlangsung selama delapan hari. Sejak saat itulah hari raya Pentahbisan Bait Allah dirayakan secara rutin oleh orang Yahudi dalam setiap tahunnya untuk mengenang pemugaran dan penyucian Bait Allah yang telah dicemari oleh Antiokus IV.[3]

2.      Pembagian Teks Yoh. 10:22-42
a.       Ay. 22-23: Setting: Yesus berada di Bait Allah pada hari raya Pentahbisan Bait Allah. Saat itu adalah musim dingin.
b.      Ay. 24: Orang-orang Yahudi memasuki kisah dan mengajukan pertanyaan kepada Yesus tentang Mesias.
c.       Ay. 25-30: Jawaban Yesus tentang dasar dan tujuan status mesianis-Nya.
d.      Ay. 31-39: Yesus menunjukkan karya-karya-Nya sebagai bukti kesatuan-Nya dengan Bapa (ay. 32, 34-35, 37-38), sementara orang-orang Yahudi berusaha melempari-Nya dengan batu (ay. 31, 33), menuduh Yesus sebagai penghujat (33, 36), dan berusaha untuk menangkap-Nya (ay. 39).
e.       Ay. 40-42: Yesus meninggalkan Bait Allah (ay. 40). Banyak orang mencari Yesus dan kesaksian Yohanes atas diri Yesus dinyatakan benar (ay. 41-42).[4]

3.      TafsirYoh. 10:22-42[5]
3.1 Ayat 22-23: Setting
 “Hari Raya Pentahbisan Bait Allah”. Hari raya Pentahbisan Bait Allah memiliki kemiripan dengan hari raya Pondok Daun, yakni sama-sama dirayakan selama delapan hari. Penyebutan urutan kedua untuk pesta ini (Pondok Daun kemudian Pentahbisan Bait Allah) mengindikasikan beberapa hal. Pertama, penginjil ingin melanjutkan urutan pesta dalam kalender. Kedua, penginjil ingin membawa pembaca akan peristiwa paskah yang semakin dekat. Ketiga, penginjil mengaitkan hari raya Pentahbisan Bait Allah dengan bab 7, di mana pada hari raya Pondok Daun, Yesus telah bersaksi tentang diri-Nya, dan melihat konfrontasi berikutnya sebagai kelanjutan atas penolakan orang-orang Yahudi atas ke-Mesias-an Yesus. Keempat, penginjil hendak menekankan musim dingin pada saat itu, di mana “musim dingin” diartikan sebagai kiasan simbolik yang melukiskan iklim spiritual.[6]
“Yesus berjalan-jalan di Bait Allah pada musim dingin”. Musim dingin yang dimaksud kemungkinan besar hendak menyebutkan cuaca yang berangin. Adalah sesuatu yang kurang tepat jika pada situasi seperti itu, Yesus berjalan-jalan di serambi Salomo. Nampaknya “musim dingin” memang mau melukiskan iklim spiritual.

       3.2 Ayat 24: Pertanyaan Orang-orang Yahudi tentang Mesias
            Orang-orang Yahudi tetap berkerumun di sekitar Yesus meskipun setting telah berubah (bukan lagi hari Raya Pondok Daun). Pertanyaan orang-orang Yahudi kepada Yesus pada pesta Pentahbisan Bait Allah ini melanjutkan perdebatan yang terjadi ketika pesta Pondok Daun, tiga bulan sebelumnya. Pada hari Raya Pondok Daun, orang-orang Yahudi memperdebatkan ke-Mesias-an Yesus di kalangan mereka sendiri. Kini pertanyaan itu dilontarkan langsung kepada Yesus (ay. 24).

       3.3 Ayat 25-30: Jawaban Yesus tentangDasar dan Tujuan Status Mesianis-Nya
            Sebenarnya perdebatan tentang kemesiasan Yesus  sudah ada pada bab 7. Pada bab 7 sebenarnya Yesus telah menyatakan diri-Nya sebagai mesias. Nampaknya orang-orang Yahudi “lupa” akan peristiwa tiga bulan lalu. Karena itu Yesus kembali mengingatkan mereka, “Aku telah mengatakan kepadamu, tetapi kamu tidak percaya” (10:25a). Dalam 10:25a ini, secara implisit Yesus mengungkapkan kedegilan hati orang-orang Yahudi yang sukar untuk percaya.
            Menanggapi pertanyaan orang-orang Yahudi itu, Yesus meminta mereka untuk melihat karya-karya-Nya yang dilakukan atas nama Bapa. Pekerjaan-pekerjaan itulah yang memberi kesaksian tentang kemesiasan-Nya. Yesus kembali menggunakan alegori tentang Gembala yang Baik untuk melukiskan diri-Nya sebagaimana yang telah Ia sampaikan pada hari raya Pondok Daun. Namun, mereka tetap tidak percaya akan sabda-Nya. Karena itu, orang-orang Yahudi bukanlah termasuk kawanan domba bagi Gembala Baik karena mereka tidak percaya akan Firman-nya. Domba yang baik adalah domba yang mendengarkan suara Sang Gembala dan menanggapi sabda-Nya (ay. 3,4,14,16), tetapi orang-orang Yahudi tidak. Di sinilah alegori dan aplikasi itu menyatu dan nyata.
Citra domba dari Si Gembala Baik, yang mendengar suara-Nya dan mengikuti-Nya memunculkan keutamaan bagi orang-orang yang memiliki iman sejati (otentik). Kawanan domba itu tidak akan pernah hilang. Seorang yang percaya, “mendengar” (1:41;3:8,29;4:42;5:24,28), memiliki “hidup yang kekal” (3:15,16,36;5:24,39), “mengikuti” Yesus (1:37,44;8:12), dan “tidak akan perhan hilang” (3:16;6:12,27,39). Gambaran Yesus sebagai Gembala yang Baik ini memberikan wawasan kepada pembaca bahwa siapa yang percaya kepada Yesus akan diselamatkan sedangkan orang-orang yang menolak untuk mengimani-Nya akan menuju kematian.
Domba-domba Yesus tidak dapat direnggut oleh siapapun karena kehidupan orang beriman terikat oleh kasih karunia Bapa. Tidak ada kekuatan yang lebih besar dari Bapa. Karena itu kehidupan orang yang percaya akan terjamin oleh-Nya. Yesus memiliki Bapa yang melampaui semua kekuatan lain (Ay. 29).
Pada hari Raya Pentahbisan Bait Allah bangsa Israel merayakan kehadiran Allah. Hal ini juga yang dirayakan Israel pada hari raya Pondok Daun, di mana Bait Allah dipulihkan. Mereka meyakini bahwa pada saat-saat seperti itulah Allah hadir kepada bangsa-Nya. Mereka melihat kehadiran Allah hanya dalam bentuk fisik semata. Bahkan, pada tataran tertentu mereka mengklaim bahwa Allah adalah hanya milik mereka. Namun Yesus memberikan pandangan baru tentang kehadiran Allah bagi manusia. Yesus mengatakan bahwa Allah dapat hadir dengan berbagai cara, kapan dan di mana. Bukan hanya pada pesta-pesta Yahudi semata. Bagi Yesus, Bapa akan hadir dan menyertai siapa saja yang percaya kepada-Nya. Yesus juga menegaskan bahwa iman dalam firman-Nya mengikat orang beriman untuk sampai kepada Bapa.
Pernyataan bahwa “Aku dan Bapa adalah satu” (ay. 30) menegaskan bahwa tidak perlu lagi melihat ke bangunan fisik Bait Allah untuk mengetahui kehadiran Allah akan umat-Nya. Yesus yang hadir sebelum “orang-orang Yahudi”, menunjuk pada diri-Nya sendiri dan menyatakan bahwa Dia adalah kehadiran Allah yang kelihatan. Tentu ini tidak sesuai dengan arti mesias yang mereka pahami. Sebab mesias dalam Yudaisme tidak akan berani mengklaim diri dapat menggantikan Bait Allah dengan diri-Nya sendiri, tapi hal itulah yang justru dibuat oleh Yesus. Melalu penyataan diri Yesus, janji dalam prolog kini menjadi nyata dan penuh, “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (1:14). Di sini, penginjil bukan semata-mata tertarik dengan ilmu metafisika tetapi mau menyatakan kesatuan tujuan yang menyatukan Bapa dan Putera, yang tercipta dari cinta dan ketaatan.Setting pewartaan Yesus yang terjadi pada pesta Pentahbisan Bait Allah menunjukkan lebih lanjut bahwa kesatuan antara Allah dan Bait Allah yang dipandang sebagai wujud kehadiran Allah dalam umat-Nya disempurnakan dalam kesatuan Yesus dengan Bapa-Nya.[7]

       3.4 Ayat 31-39: Orang-orang Yahudi Menolak Yesus sebagai Bait Allah yang Baru
            Klaim Yesus tentang kesatuan-Nya dengan Bapa menjadi dasar atas argumen yang dikembangkan sepanjang bab 5-10. Karena kesatuan Anak dan Bapa, Yesus berani mengklaim previlege-Nya atas hari Sabat (5:19-30) dan berani menyatakan bahwa Diri-Nya sebagai roti yang turun dari surga, yang menyempurnakan “manna” yang ditetapkan dalam hukum pada perayaan Paskah (6:44-50). Ia juga menyatakan diri sebagai air kehidupan dan terang dunia (5:19-30), dan menyatakan diri sebagai  Mesias yang menyempurnakan harapan mesianis Israel yang dirayakan dalam hari raya Pondok Daun (10:1-18). Namun kenangan lain dikaitkan dengan perayaan Pentahbisan Bait Allah: Akankah “orang-orang Yahudi” tidak akan pernah mengkhianati lagi Allah mereka? Tindakan mereka yang mengambil batu dan hendak melempari Yesus (ay.31) menunjukkan bahwa “orang-orang Yahudi” kembali melakukan profanasi sebagaimana yang dahulu telah dilakukan oleh Antiokus IV dan wakil-wakilnya. Pada saat itu Antiokus IV berusaha menyingkirkan segala sesuatu (simbol-simbol dan ritus) yang menghadirkan Allah bagi Israel, seperti mengganti meja kurban menjadi meja penyembahan Zeus.
            Yesus berbicara lagi tentang pekerjaan dan tindakan mana yang menyebabkan orang-orang mau melempari diri-Nya (ay.32). Pertanyaan dari Yesus ini menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi tersebut tidak menyadari kebenaran yang sesungguhnya. Mereka jatuh pada suatu penafsiran yang dangkal akan Hukum mereka sendiri dengan mengatakan bahwa Yesus telah menghujat Allah, sementara yang dilakukan Yesus adalah “pekerjaan baik”. Penghujatan yang mereka maksud terletak pada klaim Yesus akan keilahian-Nya (ay. 33). Tindakan orang-orang Yahudi (hendak melempari Yesus dengan batu) menunjukkan bahwa mereka lupa akan perayaan Pentahbisan Bait Allah yang sedang mereka rayakan. Mereka lupa bahwa pemulihan Bait Allah merupakan kenangan atas dibangunnya Bait Allah dengan batu melalui tangan manusia. Yesus adalah Bait Allah baru dan hidup yang akan mereka hancurkan. Sungguh jelas bahwa pemahaman mereka tentang Yesus sebagai penghujat adalah sangat ironis.[8]
            Jawaban Yesus pada ayat 33-38 merupakan pengembangan lebih lanjut dari yang dinyatakan-Nya pada ay. 30. Yesus dan Bapa adalah satu, maka menuduh Yesus sebagai penghujat merupakan suatu pengkhianatan yang serius terhadap Allah Israel. Menanggapi tindakan orang-orang Yahudi ini, Yesus menggunakan tehknik beragumentasi cara Yahudi sendiri, yakni dari yang kecil kepada yang lebih besar. Mengacu pada Hukum Yahudi sendiri dengan menujukkan isi Kitab Suci, Yesus mengutip Mzm. 82:6, “Aku berkata, kamu adalah Tuhan”. Jika dalam Kitab Suci, umat Allah dapat disebut “allah” (ay. 35: kecil), apalagi Dia yang telah diutus untuk menyebut diri-Nya sebagai “Putera Allah” (ay. 36: besar). Melalui cara ini, orang-orang Yahudi  dihakimi oleh Kitab Suci mereka sendiri. Yesus menyatakan bahwa Ia tidak meniadakan tradisi asli Israel, tetapi menyempurnakan apa yang telah dijanjikan Allah yang menguduskan dan yang mengutus Putera-Nya ke dunia.
            Peristiwa pentahbisan Bait Allah merupakan kenangan akan pengudusan altar kurban yang telah dinodai oleh Antiokus IV dengan praktek kekafiran. Demikian juga kehadiran Yesus ke dunia. Yesus datang sebagai yang diutus Bapa, kehadirannya sungguh nyata di dunia, dan Ia datang untuk menyempunakan pengudusan Bait Allah yang dahulu dilakukan oleh Yudas Makabe pada tahun 164 SM. Yesus membawa paradigma baru tentang kehadiran Allah di dunia. Kini Allah hadir bukan hanya dalam altar baru yang dikuduskan tetapi Allah hadir dalam daging dan darah Putera yang telah diutus Bapa dan yang telah dikuduskan (ay.36).
            Yesus adalah bukti kehadiran nyata Putera Allah di antara orang-orang Yahudi (ay. 36b), dan karya-karya-Nya mencerminkan karya Bapa. Jika mereka ingin menunjukkan kesetiaan kepada Allah, Bapa Yesus sendiri, maka mereka juga harus menerima semua sabda dan tindakan  Yesus. Ada logika internal tentang karya Yesus yang dinyatakan oleh seseorang yang mengenal Yesus sebagai asal dan tujuan: Jika Yesus tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah, orang-orang Yahudi dinyatakan benar, dengan tindakan mereka yang tidak percaya kepada-Nya; tetapi hal ini berbeda, orang-orang Yahudi telah melihat dan mendengar pekerjaan-pekerjaan Allah yang dilakukan Yesus dan mereka tetap tidak percaya (ay. 37). Orang-orang Yahudi merayakan kesetiaan mereka kepada Allah yang hadir di Bait Allah, namun mereka tidak siap menerima Allah yang sama yang terlihat dalam karya-karya Yesus. Di akhir kata-kata-Nya, Yesus mengajak mereka untuk menerima kebenaran yang sekarang tampak dalam segala pekerjaan Yesus melebihi iman mereka tentang kehadiran Allah yang hanya hadir dalam Bait Allah (ay. 38).
            Kata-kata terakhirnya pada perayaan Pentahbisan Bait Allah merupakan penegasan kembali dari ay. 30. Yesus menegaskan bahwa hanya ada satu cara untuk sampai kepada Bapa, yaitu melalui Anak-Nya yang Tunggal; hanya ada satu tempat di mana Bapa dapat ditemukan dan dipahami, yakni pada Putera-Nya yang Tunggal. Yesus tetap mengajak mereka yang kurang percaya untuk menerima wahyu dari Allah dalam karya-karya-Nya. Jika mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Yesus mereka akan mengerti kebenaran yang terkandung pada ay. 30 bahwa Yesus dan Bapa adalah satu, “Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (ay. 38).
            Pada pesta Pondok Daun, beberapa orang mendapat secercah harapan dan iman bahwa Yesus sungguh-sungguh mesias. Namun pada pesta Pentahbisan Bait Allah yang dirayakan tiga bulan sesudah Pondok Daun, semua harapan tersebut menghilang. Hal itu nampak dari sikap orang-orang Yahudi yang berusaha melempari Yesus dengan batu (ay. 31,33), dan mereka mencoba untuk menangkapnya, namun Yesus luput dari tangan mereka (ay. 39). Meskipun kekacauan dan konflik yang terjadi cukup besar, namun saatnya belum tiba (2:4, 7:30). Karena itu Yesus dapat “melarikan diri” dari tangan orang-orang Yahudi yang mencoba untuk membunuh-Nya (ay.39).

       3.5 Konklusi (Ay. 40-42)
            Meskipun terjadi penolakan terhadap Yesus (ay. 31-39), ay. 40-42 tetap memuat kisah tanggapan positif dari orang-orang yang percaya kepada-Nya (ay. 42). Yesus meninggalkan konflik dengan orang-orang Yahudi di Bait Allah dan meninggalkan Yerusalem untuk menyeberangi Sungai Yordan, ke tempat Yohanes membaptis, dan tinggal di situ (ay. 40).
            Yohanes Pembaptis memang membuat banyak tanda-tanda, tapi banyak orang tetap percaya akan kebenaran bahwa Yesuslah mesias, bukan Yohenes. Dalam hal ini nubuat Yohanes tentang Yesus sebagai mesias adalah benar adanya (10:41). Yohanes menubuatkan bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia (1:29, 36), yang penuh dengan Roh (1:32), dan yang akan membaptis dengan Roh (1:33). Yesus adalah mempelai laki-laki yang mempunyai pengantin (3:29), dan jika Yohanes Pembaptis bukanlah Kristus (1:20, 25; 3:28) maka kesimpulannya ialah bahwa Yesus adalah Kristus. Akhirnya banyak orang yang percaya dengan kesaksian ini (10:42).           

4.      Penutup
Kisah tentang kehadiran Yesus pada pesta-pesta Yahudi, Sabat, Paskah, Pondok Daun, dan Pentahbisan Bait Allah menunjukkan bahwa tatanan lama (ajaran tradisi Israel) tidak dihancurkan melainkan telah disempurnakan. Perayaan-perayaan itu menunjukkan siapakah Yesus: Ia adalah hakim dan pemberi kehidupan (Sabat); roti yang benar dari surga (Paskah); air hidup, terang dunia, Gembala Baik yang diutus Allah untuk memberikan nyawa-Nya bagi kawanan domba (Pondok Daun); dan Bait Allah yang hidup di tengan-tengah dunia (Pentahbisan Bait Allah).
Perayaan Pentahbisan Bait Allah merupakan perayaan di mana orang-orang Yahudi merasakan kehadiran Allah dalam Bait Allah yang telah disucikan. Kehadiran Yesus pada perayaan ini menyempurnakan kehadiran Allah bagi umat pilihan-Nya.Yesuslah Bait Allah yang baru, manifestasi Allah yang kelihatan. Allah hadir secara sempurna dalam diri Yesus melalui karya-karya-Nya. Karena itu penolakan orang-orang Yahudi atas Yesus sebagai Bait Allah yang baru menunjukkan akan profanasi Bait Allah yang dahulu telah dilakukan oleh Antiokus IV.


[1] Francis J. Moloney, The Gospel of John, dalam J. Harrington (ed.), Sacra Pagina Series, Vol. 4 (Collegeville, Minnesota: The Liturgical Press, 1990), hlm. 312-313.
[2]Francis J. Moloney, Sign and Ahadows: Reading John 5-12 (New York: Fortress Press, 1996), hlm. 144.

[3]Francis J. Moloney, The Gospel ..., hlm. 313.

[4]Francis J. Moloney, The Gospel ..., hlm. 314; bdk. Francis J. Moloney, Sign ..., hlm. 145.
[5]Poin ini sebagian besar disarikan dari Francis J. Moloney, The Gospel ..., hlm. 314-318; bdk. Francis J. Moloney, Sign ..., hlm. 144-150.

[6]Rudolf Schnakenburg, The Gospel According to St. John, Vol. 2 (Freiburg: Burn & Oates, 1971), hlm. 304-305.
[7]Francis J. Moloney, The Gospel ..., hlm. 315-316; bdk. Leon Marris, The New International Commentary on the New Testament: The Gospel According to John (Grand Rapids: B. Eerdmans Publishing Co., 1971), hlm. 515-520.
[8]Francis J. Moloney, The Gospel ..., hlm. 316; bdk. Leon Marris, The New..., hlm. 523-524.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar