Selasa, 12 Januari 2016

kotbah tentang Maria



Menyimpan Segala Perkara di dalam Hati

Bapak, Ibu, dan para saudara yang dikasihi Tuhan,
            Pernahsuatu ketika Samuel Langhorne Clemen yang lebih dikenal dengan nama pena-nya Mark Twain seorang novelis, penulis, dan pengajar berkata begini Durian adalah buah yang paling aneh. Rasanya nikmat, tetapi baunya busuk. Jika ingin mencoba, tutup dulu hidungmu sebelum buahnya menyentuh bibirmu.” Para pecinta durian pasti tidak sependapat. Bagi kebanyakan kita, durian berbau harum! Aroma durian bahkan dipakai untuk membuat es krim dan kue. Rupanya setiap orang menilai bau secara berbeda. Apa yang berbau harum bagi seseorang, bisa dianggap berbau busuk bagi orang lain.
            Hal di atas hanya hendak melukiskan bahwa dari satu objek, satu peristiwa bisa ditanggapi dan dinilai secara berbeda, bahkan bisa saling bertentangan. Demikianlah situasi yang dialami para gembala sewaktu mereka mendengar kabar tentang kelahiran Sang Juru Selamat dan tanggapan Bunda Maria waktu mendengar kabar yang sama. Reaksi mereka pun berbeda. Para gembala bersukacita dan memberitahukan (mengumumkan) apa yang mereka saksikan kepada orang lain, sementara Bunda Maria memilih untuk menyimpan segala perkara dalam hatinya.
Menyimpan perkara dalam hatiadalah sikap sederhana dari Bunda Maria. Sikapnya yang tenang, teduh, dan reflektif inimenjadi model beriman yang efektif. Ia tidak banyak dikisahkan dalam Kitab Suci, namun jika kita cermati dan renungkan, kehidupan dan peran Bunda Maria dalam pemenuhan rencana keselamatan Allah sangatlah besar. Melalui perantaraan dirinya, Yesus yang adalah Putera Allah lahir sebagai manusia.
Jika kita renungkan, ‘menyimpan perkara di dalam hati’, adalah sesuatu yang gampang-gampang susah. Di dunia ini, kita seolah-olah terbiasa dengan segala sesuatu yang ‘go public’, segala sesuatunya diumumkan, entah benar atau tidak, itu urusan belakangan. Contoh umum, mari kita lihat tayangan-tayangan televisi yang mengisahkan kehidupan para selebritis dan tokoh-tokoh politik. Dan juga dari majalah dan tabloid yang menjamur di kehidupan masyarakat. Banyaknya pemberitaan yang belum tentu menjamin adanya kebenarannya itu membuktikan bahwa banyak orang yang menyukainya. Kalau kita lihat ke dalam diri kita sendiri dan lingkungan kita, kita juga akan dapat menemukan contoh lainnya, yaitu: betapa mudahnya untuk membicarakan orang lain(terutama kekurangan mereka), dan betapa sulitnya untuk menyimpan segala perkara di dalam hati. Betapa mudahnya menceritakan diri sendiri, terutama jika itu kita pandang baik, dan betapa sulitnya untuk diam, dan menyimpan segala sesuatunya di dalam hati.
Marilah kita renungkan bersama: jika kita menghadapi persoalan yang berat, apakah yang pertama kita lakukan? Curhat pada Tuhan atau curhat pada sahabat? Kita cenderung lebih dapat mengeluarkan uneg-uneg pada teman, daripada kepada Tuhan. Kehidupan kita sehari-hari terasa asing dengan keheningan. Rutinitas kita dari pagi sampai malam disibukkan dengan aneka kegiatan yang membuat kita lupa bahwa Tuhan selalu bersama kita.  Lingkungan pekerjaan, sekolah, ataupun keluarga seakan-akan lepas dari penyelenggaraan Tuhan. Betapa sedikitnya waktu yang kita habiskan bersama Tuhan. Betapa singkat waktu yang kita lalui dalam keheningan bersama Allah. Betapa sulit bagi kita untuk kembali ke dalam hati kita sendiri, dan menemukan Tuhan di sana. Kita perlu belajar dari Bunda Maria yang menyimpan segala perkara di dalam hati.
Mari kita kembali mengikuti perjalanan hidup Bunda Maria. Sejak pemberitaan Malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dan melahirkan Mesias, ia tidak pernah lagi memikirkan rencananya. bahkan Allah seolah-olah telah merusak rencana pernikahannya dengan Yusuf, yang pada saat itu mereka sedang bertunangan. Imannya mengalahkan segala kekuatirannya. Bagaimana caranya memberitahukan kabar malaikat kepada orang tuanya, bagaimana nanti reaksi Yusuf tunangannya, bagaimana nanti jika ia digosipkan oleh orang-orang sekampung, dan bahkan, bagaimana jika ia dituduh berzinah dan dapat dijatuhi hukuman rajam?
Maria selalu ‘menyimpan segala perkara di dalam hati’-nya. Ia tidak banyak bicara. Bahkan untuk menyampaikan kehamilannya kepada Yusuf, Ia memasrahkannya kepada Allah. Ia membiarkan Allah sendiri menjelaskan kepada Yusuf lewat mimpi. Selanjutnya, kejadian demi kejadian membentuk Bunda Maria untuk menimba kekuatan hanya di dalam Tuhan: saat ia harus melahirkan Yesus di kandang hewan karena tak ada yang mau memberikan tempat baginya dan Yusuf; saat ia melihat kemuliaan Tuhan di dalam kemiskinan yang ekstrim; saat para malaikat dan para gembala menyembah bayi Yesus; saat ia mendengar nubuat nabi Simeon, akan penderitaan yang harus dialaminya; saat ia bersama Yusuf dan bayi Yesus harus mengungsi ke Mesir. Maria menyimpan perkara di dalam hatinya, juga saat hari demi hari ia melihat Yesus bertambah besar. Ya, betapa Maria menyadari, bahwa meskipun Yesus adalah Anaknya, namun Yesus tidaklah menjadi ‘milik’nya. Hari demi hari Maria melihat Tuhan yang Maha Besar mau merendahkan diri dan mau tinggal bersamanya sebagai anak yang menghormatinya. Ia adalah Sang Sabda yang menjadi manusia, dan tinggal satu atap dengannya. Kehidupan Maria adalah permenungan tanpa henti akan Sabda Tuhan yang hidup!
Para saudara dan saudari terkasih, sudahkah kita belajar untuk menyimpan segala perkara di dalam hati kita? Apakah kita lebih cenderung untuk menceritakan persoalan kita kepada teman, ataukah kepada Tuhan? Sadarkah kita bahwa Allah menunggu kita agar kita menemui Dia di dalam hati kita? Mungkin sudah saatnya kita belajar untuk mengurangi pembicaraan tentang diri sendiri dan orang lain, dan menambah pembicaraan untuk kemuliaan Tuhan. Sudah saatnya bagi kita untuk mengurangi curhat kepada banyak orang dan menambah usaha untuk mencurahkan isi hati kepada Tuhan yang ada di dalam hati kita. Betapa lebih baik bagi kita untuk mengandalkan Sabda Tuhan daripada pendapat kita sendiri. Ya, saat kita kembali kepada Tuhan, di sanalah kita akan menemukan kekuatan dan penghiburan yang tak dapat kita dapatkan dari siapapun. Mari kita belajar dari Bunda Maria, untuk menyimpan segala perkara di dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar