Menyimpan
Segala Perkara di dalam Hati
Bapak,
Ibu, dan para saudara yang dikasihi Tuhan,
Pernahsuatu ketika Samuel Langhorne Clemen yang lebih dikenal dengan nama pena-nya Mark Twain seorang novelis, penulis, dan pengajar berkata begini “Durian
adalah buah yang paling aneh. Rasanya nikmat, tetapi baunya busuk. Jika ingin mencoba,
tutup dulu hidungmu sebelum buahnya menyentuh bibirmu.” Para pecinta durian
pasti tidak sependapat. Bagi kebanyakan kita, durian berbau harum! Aroma durian
bahkan dipakai untuk membuat es krim dan kue. Rupanya setiap orang menilai bau
secara berbeda. Apa yang berbau harum bagi seseorang, bisa dianggap berbau
busuk bagi orang lain.
Hal di atas hanya hendak melukiskan
bahwa dari satu objek, satu peristiwa bisa ditanggapi dan dinilai secara berbeda, bahkan
bisa saling bertentangan. Demikianlah situasi yang dialami para gembala sewaktu
mereka mendengar kabar tentang kelahiran Sang Juru Selamat dan tanggapan Bunda Maria
waktu mendengar kabar yang sama. Reaksi mereka pun berbeda. Para gembala
bersukacita dan memberitahukan
(mengumumkan) apa yang mereka saksikan kepada orang lain,
sementara Bunda Maria memilih untuk menyimpan
segala perkara dalam hatinya.
Menyimpan perkara dalam hatiadalah sikap
sederhana dari Bunda Maria. Sikapnya yang tenang, teduh, dan reflektif inimenjadi model beriman yang efektif. Ia tidak
banyak dikisahkan dalam Kitab Suci, namun jika kita cermati dan renungkan, kehidupan dan peran Bunda Maria dalam pemenuhan rencana keselamatan Allah sangatlah besar. Melalui perantaraan dirinya, Yesus yang adalah Putera Allah lahir sebagai manusia.
Jika kita
renungkan, ‘menyimpan perkara di dalam hati’, adalah sesuatu yang gampang-gampang
susah. Di dunia ini, kita seolah-olah terbiasa dengan segala sesuatu yang ‘go
public’, segala sesuatunya diumumkan, entah benar atau tidak, itu urusan
belakangan. Contoh umum, mari kita lihat tayangan-tayangan televisi yang
mengisahkan kehidupan para selebritis dan tokoh-tokoh politik. Dan juga dari
majalah dan tabloid yang menjamur di kehidupan masyarakat. Banyaknya
pemberitaan yang belum tentu menjamin adanya kebenarannya itu membuktikan bahwa
banyak orang yang menyukainya. Kalau kita lihat ke dalam diri kita sendiri dan
lingkungan kita, kita juga akan dapat menemukan contoh lainnya, yaitu: betapa
mudahnya untuk membicarakan orang lain(terutama kekurangan mereka), dan betapa
sulitnya untuk menyimpan segala perkara di dalam hati. Betapa mudahnya
menceritakan diri sendiri, terutama jika itu kita pandang baik, dan betapa
sulitnya untuk diam, dan menyimpan segala sesuatunya di dalam hati.
Marilah kita renungkan bersama: jika kita menghadapi persoalan yang berat, apakah yang pertama kita lakukan? Curhat
pada Tuhan atau curhat pada sahabat? Kita cenderung lebih dapat mengeluarkan uneg-uneg pada teman, daripada kepada Tuhan. Kehidupan kita sehari-hari terasa
asing dengan keheningan. Rutinitas kita dari pagi sampai malam disibukkan dengan
aneka kegiatan yang membuat kita lupa bahwa Tuhan selalu bersama kita. Lingkungan pekerjaan, sekolah, ataupun keluarga
seakan-akan lepas dari penyelenggaraan Tuhan. Betapa sedikitnya waktu yang kita habiskan bersama
Tuhan. Betapa singkat waktu yang kita lalui dalam keheningan bersama Allah. Betapa sulit bagi kita
untuk kembali ke dalam hati kita sendiri, dan menemukan Tuhan di sana. Kita perlu belajar dari
Bunda Maria yang menyimpan segala perkara di dalam hati.
Mari kita kembali mengikuti perjalanan hidup Bunda Maria. Sejak pemberitaan
Malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dan melahirkan Mesias, ia tidak
pernah lagi memikirkan rencananya. bahkan Allah seolah-olah telah merusak
rencana pernikahannya dengan Yusuf, yang pada saat itu mereka sedang
bertunangan. Imannya mengalahkan segala kekuatirannya. Bagaimana caranya
memberitahukan kabar malaikat kepada orang tuanya, bagaimana nanti reaksi Yusuf
tunangannya, bagaimana nanti jika ia digosipkan oleh orang-orang sekampung, dan
bahkan, bagaimana jika ia dituduh berzinah dan dapat dijatuhi hukuman rajam?
Maria selalu ‘menyimpan segala perkara di dalam hati’-nya. Ia tidak banyak
bicara. Bahkan untuk menyampaikan kehamilannya kepada Yusuf, Ia memasrahkannya
kepada Allah. Ia membiarkan Allah sendiri menjelaskan kepada Yusuf lewat mimpi.
Selanjutnya, kejadian demi kejadian membentuk Bunda Maria untuk menimba
kekuatan hanya di dalam Tuhan: saat ia harus melahirkan Yesus di kandang hewan
karena tak ada yang mau memberikan tempat baginya dan Yusuf; saat ia melihat
kemuliaan Tuhan di dalam kemiskinan yang ekstrim; saat para malaikat dan para
gembala menyembah bayi Yesus; saat ia mendengar nubuat nabi Simeon, akan
penderitaan yang harus dialaminya; saat ia bersama Yusuf dan bayi Yesus harus
mengungsi ke Mesir. Maria menyimpan perkara di dalam hatinya, juga saat hari
demi hari ia melihat Yesus bertambah besar. Ya, betapa Maria menyadari, bahwa meskipun Yesus adalah Anaknya,
namun Yesus tidaklah menjadi ‘milik’nya. Hari demi hari Maria melihat Tuhan
yang Maha Besar mau merendahkan diri dan mau tinggal bersamanya sebagai anak
yang menghormatinya. Ia adalah Sang Sabda yang menjadi manusia, dan tinggal
satu atap dengannya. Kehidupan Maria adalah permenungan tanpa henti akan Sabda
Tuhan yang hidup!
Para
saudara dan saudari terkasih, sudahkah kita belajar untuk menyimpan segala
perkara di dalam hati kita? Apakah kita lebih cenderung untuk menceritakan persoalan
kita kepada teman, ataukah kepada Tuhan? Sadarkah kita bahwa Allah menunggu
kita agar kita menemui Dia di dalam hati kita? Mungkin sudah saatnya kita
belajar untuk mengurangi pembicaraan tentang diri sendiri dan orang lain, dan
menambah pembicaraan untuk kemuliaan Tuhan. Sudah saatnya bagi kita untuk
mengurangi curhat kepada banyak orang dan menambah usaha untuk mencurahkan isi
hati kepada Tuhan yang ada di dalam hati kita. Betapa lebih baik bagi kita
untuk mengandalkan Sabda Tuhan daripada pendapat kita sendiri. Ya, saat kita
kembali kepada Tuhan, di sanalah kita akan menemukan kekuatan dan penghiburan
yang tak dapat kita dapatkan dari siapapun. Mari kita belajar dari Bunda Maria,
untuk menyimpan segala perkara di dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar