Israel
Menghendaki Seorang Raja
Ulasan Naratif atas 1
Sam 8
1. Pengantar
1
Sam 8 merupakan kisah di mana awal pergantian sistem hakim-hakim menjadi
kerajaan atas bangsa Israel.Di sini disajikan kisah tentang Israel yang mulai
menuntut Samuel agar mengangkat seorang raja atas mereka.Nampaknya kisah ini
mendapat banyak sentuhan dari narator mengingat karya sastra yang kaya akan
setiap adegan yang ditampilkan. Karena itu, berikut ini akan diulas secara
ringkas perihal teks ini dari sudut pandang cerita yang bersifat naratif.
2. Struktur Teks
Teks 1 Sam 8 menjadi
kesatuan struktur atas bab 8-12 di mana judul besar adalah “Kerajaan diberikan
kepada Saul”. Adapun struktur itu terbagi sebagai berikut:
a. Permintaan
akan seorang raja (bab 8).
b. Pengurapan
Saul menjadi raja (9:1-10:16).
c. Saul
menjadi raja melalui undian (10:17-27).
d. Keberhasilan
atas kepemimpinan Saul dalam peperangan (11:1-11).
e. Persetujuan
Saul sebagai raja (11:12—12:25).[1]
Sementara itu bab 8
sendiri menjadi peristiwa utama yang nantinya akan berkembang menjadi konflik
besar yang secara bertahap naik sampai ke klimaks. Para penatua dan Samuel
menjadi tokoh utama yang menjadi pusat dan plot, di mana keduanya memiliki cara
pandang atau karakter yang saling berseberangan.
Dalam mempertimbangkan masalah komposisi, Polzin
menunjukkan tiga fitur khusus dari bab ini. Pertama, banyak bentuk kata kerja yang
tidak sempurna digunakan oleh penulis tersembunyi
untuk menyoroti apa yang sebenarnya
terjadi dalam bab dan posisi evaluatif mengenai peristiwa. Penggunaan bentuk
kata kerja, yang kurang langsung, membuat tugas pembaca tersembunyi untuk menghargai sikap mendasar ideologis penulis tersembunyi yang lebih menantang.[2]
Kedua, dalam dialog bab ini, pembaca tersembunyi hanya diberikan informasi selektif dari kata-kata
langsung dari karakter, di mana sesuatu dalam cerita mungkin disembunyikan. Dengan gaya
dialog, pada kenyataannya, perhatian hanya terarahpada kata-kata Allah untuk Samuel dan kata-kata Samuel kepada
orang-orang Israel,
dan dengan demikian pembaca real tidak memiliki gagasan tentang apa yang
dikatakan Samuel kepada
Allah. Pada saat yang sama, pembaca tersembunyi juga mungkin tidak mengetahui secara pasti tentang apa yang dikatakan Samuel kepada orang-orang sebagaimanaSamuel
berhubungan dengan
Allah. Jelas, penulis tersembunyi telah menekankan tujuan ideologis dengan cara estetika
narasi.[3]
Ketiga, teknik pengulangan yang cerdik dimanfaatkan untuk mencerminkan evaluasi pengarang
tersembunyi. Polzin menunjukkan pola wacana sebagai berikut:[4]
Eksposisi
|
AwalKejadian
|
ay.1KetikaSamuelmenjaditua...
|
v. 4a(karena) melihatengkausudah
tua
...
|
ay. 3Namunanak-anaknyatidakberjalandijalan-Nya
|
v. 4bdan anakmu tidak berjalandengan caramu
|
Dari aspekwacana, yang mengacu padaretorikanarasi, yaitu bagaimanacerita ini diceritakan, perlu dicatatbahwadialog antarapara pemimpin IsraeldanSamueldan antaraSamueldan Tuhanterdiri padabab ini, danpusatnyaadalahdeskripsipanjangSamueldalam ayat10-18. Eslingermenunjukkanilustrasistrukturalyang merupakanjaringanluar biasa darikorespondensidanpembalikan dalamperanpembicaradanpenerima,seperti yang ditunjukkanberikut ini:
A.Orang kepadaSamuel: Berikanraja. (ay.
4)
B.Samuel kepadaYahweh: Doa. (ay. 6)
C.Yahwehkepada Samuel: Dengarkan; cararaja.
(ay.7-9)
D.Samuel untukorang: cararaja. (ay.10f)
D’.Orang untukSamuel: -Tidak-berikankami
raja. (ay.19)
C’.Samuel kpdYahweh: laporanpenolakanorang-orang. (ay.
21)
B’.Yahwehkepada Samuel: -Dengarkan; angkatlahraja. (ayat 22)
Melalui struktur
di atas, ternyata pusat struktur
seimbang ini menyatakan bahwa, pertentangan utama antara dua kelompok bukan antara orang-orang dan
Yahweh tetapi antara Samuel dan orang-orang seperti yang sudah disebutkan di
atas. Namun, perkembangan yang dicatat: cerita dimulai dengan permintaan ganda orang
Israelkepada Samuel agar
memberi mereka seorang raja (ay.4-6), dan hasil dari perintah Allah kepada Samuel adalah untuk memenuhi permintaan orang Israel ( ay.7, 9), dengan pidato panjang Samuel untuk menolakpermintaan
mereka (ay.11-18), respon Allah kepada Samuel‘Dengarkan suara mereka dan angkatlahseorang raja atas mereka’ (v.22a) -dan berakhir dengan Samuel yang
tidak melakukan apa-apa kecuali menyuruh orang-orang pergi (v.22b). Dari sudut analisis plot,
tampaknya menjadi harapan narator bahwa pembaca tersembunyi bisa mengembangkan gambaran dari seorang hakim, yaitu
Samuel, yang kata-kata dan tindakannya menunjukkan dia sebagai orang yang mementingkan diri sendiri.[6]
3.
Ulasan
Naratif
3.1
Adegan
pertama : Kesempatan dan Alasan untuk Meminta Seorang Raja (8:1-5)[7]
Setelah Samuel menjadi tua,
diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel. Nama
anaknya yang sulung ialah Yoël, dan nama anaknya yang kedua ialah Abia;
keduanya menjadi hakim di Bersyeba. Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti
ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan.
Sebab itu berkumpullah semua tua-tua Israel; mereka datang kepada Samuel di
Rama dan berkata kepadanya: "Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup
seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah
kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain."
Bangsa
Israel mungkin saja tidak akan memaksa Samuel untuk mengangkat Raja seandainya
anak-anak Samuel hidup sesuai (setia) dengan Perjanjian Musa. Namun faktanya,
anak-anak Samuel: Yoel (“Yahweh adalah Allah”) dan Abia (“Bapaku adalah
Yahweh”) telah “didiskualifikasi” dari kepemimpinan Israel karena tidak
mematuhi hukum Musa (Kel. 23:6,8; Ul. 16:19). Namun jika inilah alasan mereka
meminta seorang raja, maka logika para penatua jelas keliru.
Misalkan
logika penatua dibahasakan demikian, “Samuel, Anda semakin tua, dan anak-anakmu (yang pasti akan menggantikan
Anda) melakukan
korup. Kita tidak bisa memiliki masa depan yang cerah
jika para pemimpin kita korup. Mari kita membentuk suatu tatanan baru dan
memiliki seorang raja, seperti bangsa-bangsa lain. Dan biarkan raja ini menghakimi kita. Dan biarlah ada sebuah dinasti, sehingga
anak-anaknya akan memerintah di tempatnya setelah kematiannya”.
Peran Samuel sebagai hakim tidak berciri
dinasti. Allah membangkitkan hakim; Allah tidak menciptakan sebuah dinasti hakim, di
mana anak hakim
menggantikan posisi ayahnya.
Jika anak-anak Samuel korup, penatua
Israel dapat “menyisihkannya”, karena hakim tidak
ditentukan oleh garis keturunan.
Tapi dengan mengusulkan sebuah dinasti berarti mereka justru mengusulkan sistem
di mana anak-anak raja akan memerintah selanjutnya, terlepas apakah mereka
jahat atau benar. Kesimpulannya, alasan mereka meminta
raja menjadi tidak masuk akal.
Tampaknya bahwa para penatua tidak mencari perubahan radikal akan
sistem pemerintahan tetapi
merekomendasikan akan penyempurnaan dari sistem saat itu. Mereka menginginkan keadilan. Mereka hanya ingin seorang
raja yang
menjadi hakim mereka, daripada memiliki hakim seperti
Samuel. Kedengarannya bagus, tapi itu bukan perubahan sederhana sama sekali.
Mereka ingin merombak sistem keadilan bagi Israel. Mereka ingin menyingkirkan
sistem hakim dan diperintah serta dihakimi dengan cara yang sama sebagaimana bangsa-bangsa di sekitar mereka. Mereka tidak ingin
menjadi bangsa yang berbeda, terpisah dari bangsa-bangsa di sekitar mereka.
Mereka tidak hanya mencoba untuk memecat Samuel sebagai hakim mereka;
mereka mencari “allah
baru” sebagai Raja mereka.
3.2
Adegan
kedua : Respon dari Samuel dan Allah (8:6-9)
Waktu mereka
berkata: "Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami,"
perkataan itu mengesalkan Samuel, maka berdoalah Samuel kepada TUHAN. TUHAN
berfirman kepada Samuel: "Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala
hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak,
tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka.
Tepat seperti yang dilakukan mereka kepada-Ku sejak hari Aku menuntun mereka
keluar dari Mesir sampai hari ini, yakni meninggalkan Daku dan beribadah kepada
allah lain, demikianlah juga dilakukan mereka kepadamu. Oleh sebab itu
dengarkanlah permintaan mereka, hanya peringatkanlah mereka dengan sungguh-sungguh
dan beritahukanlah kepada mereka apa yang menjadi hak raja yang akan memerintah
mereka."
Permintaan
bangsa Israel (penatua) meminta seorang Raja dianggap sebagai suatu hal yang
tidak menyenangkan di mata Samuel.Secara eksplisit teks di atas menyatakan
bahwa permintaan akan seorang raja adalah tindakan yang jahat dan berdosa.
Tujuan
Allah atas Israel adalah menyatakan bahwa mereka berbeda dengan bangsa-bangsa
lain. Allah sebagai Raja justru memperlihatkan bahwa Israel lebih unggul
daripada bangsa lain (Kel. 19:5-6).Karena itu, permintaan untuk mengangkat
seorang raja dinilai sebagai bentuk kemurtadan Israel sebagaimana telah terjadi
pada peristiwa Eksodus (Bil. 14:11).Sesungguhnya Allah tidak menolak permintaan
Israel, sebagaimana yang telah dilakukan Allah dipadang gurun.Ketika Israel
meminta makan dan minum, Allah menyediakan manna, burung puyuh, dan air. Namun,
rahmat-Nya biasa diiringi dengan penghakiman, yakni tuntutan akan kesetiaan.
3.3
Adegan
ketiga : Konsekuensi atas Permintaan Seorang Raja (8:10-18)
Dan Samuel
menyampaikan segala firman TUHAN kepada bangsa itu, yang meminta seorang raja
kepadanya, katanya: "Inilah yang menjadi hak raja yang akan memerintah
kamu itu: anak-anakmu laki-laki akan diambilnya dan dipekerjakannya pada
keretanya dan pada kudanya, dan mereka akan berlari di depan keretanya; ia akan
menjadikan mereka kepala pasukan seribu dan kepala pasukan lima puluh; mereka
akan membajak ladangnya dan mengerjakan penuaian baginya; senjata-senjatanya
dan perkakas keretanya akan dibuat mereka. Anak-anakmu perempuan akan
diambilnya sebagai juru campur rempah-rempah, juru masak dan juru makanan.
Selanjutnya dari ladangmu, kebun anggurmu dan kebun zaitunmu akan diambilnya
yang paling baik dan akan diberikannya kepada pegawai-pegawainya; dari gandummu
dan hasil kebun anggurmu akan diambilnya sepersepuluh dan akan diberikannya
kepada pegawai-pegawai istananya dan kepada pegawai-pegawainya yang lain.
Budak-budakmu laki-laki dan budak-budakmu perempuan, ternakmu yang terbaik dan
keledai-keledaimu akan diambilnya dan dipakainya untuk pekerjaannya. Dari
kambing dombamu akan diambilnya sepersepuluh, dan kamu sendiri akan menjadi
budaknya. Pada waktu itu kamu akan berteriak karena rajamu yang kamu pilih itu,
tetapi TUHAN tidak akan menjawab kamu pada waktu itu."
Samuel menjelaskan
sebuah bentuk pemerintahan monarki sebagaimana yang telah dianut oleh
bangsa-bangsa lain. Penjelasan itu dipakai Samuel untuk para penatua yang lebih
tertarik dengan sistem monarki. Karena itu Samuel menjelaskan bahwa dengan
sistem ini berarti Israel akan kehilangan kebebasan. Mereka tidak akan
menikmati hasil panen maupun hasil ternak terbaik, karena rajalah yang berhak
atas itu.Peringatan Samuel
ini didasarkan pada bukti bahwa bangsa-bangsa tetangga menderita karena berada
di bawah pemerintahan seorang raja.
Hal menarik untuk diperhatikan adalah pengulangan kata “mengambil” dan
“terbaik”. Raja yang memerintah akan mengambil segala yang baik kepunyaan
rakyatnya, sementara seorang raja akan memberi hal “terburuk” bagi rakyatnya.
Ketika semua itu terjadi, Tuhan tidak akan menjawab teriakan penyesalan karena
itu adalah pilihan dari rakyat sendiri.
Sebenarnya banyak
pendapat tentang teks ini. Sebagian ahli berpendapat bahwa teks ini melukiskan
gambaran akan penyalahgunaan wewenang. Samuel tidak berperan sebagai perantara
(hakim) yang baik. Dia hanya melihat dari sudut pandang negatif tentang
pemerintahan monarki, di mana raja akan membatasi kehidupan rakyatnya. Yang
disampaikan Samuel lebih dari pandangannya sendiri atas ketakutan-ketakutan
kuasa raja yang menindas, yang sebenarnya bukan berasal dari pandangan Allah.
Ada pandangan lain
bahwa teks di atas nampaknya tidak semua disampaikan oleh Samuel pada satu
kesempatan itu. Narator kisah memiliki maksud tersembunyi yang ingin
disampaikankepada pembaca kisah ini dengan menjadikan bagian ini sebagai
jantung teks, atau setidaknya bagian yang sangat penting dari pesan Samuel
kepada Israel yang menuntut seorang raja.Di sini narator hendak menyampaikan
kepada pembaca bahwa untuk mengikuti Tuhan, sangat dituntut “biaya yang
mahal”.Karena itu Samuel mendesak Israel untuk “menghitung biaya” ketika mereka
memiliki seorang raja.
3.4
Adegan
keempat : Permintaan Israel Dikabulkan (8:19-22)
Tetapi bangsa
itu menolak mendengarkan perkataan Samuel dan mereka berkata: "Tidak,
harus ada raja atas kami; maka kami pun akan sama seperti segala bangsa-bangsa
lain; raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang." Samuel mendengar segala perkataan bangsa itu, dan
menyampaikannya kepada TUHAN. TUHAN berfirman kepada Samuel: "Dengarkanlah
permintaan mereka dan angkatlah seorang raja bagi mereka." Kemudian
berkatalah Samuel kepada orang-orang Israel itu: "Pergilah, masing-masing
ke kotanya."
Keputusan Samuel pada akhir bab ini
dengan menyuruh orang-orang Israel kembali ke kotanya masing-masing sangat
berlawanan dengan tekanan-tekanan yang dialami oleh Samuel sendiri, baik itu
dari pihak bangsa Israel maupun dari Allah. Tekanan dari bangsa Israel:
-
Angkatlah seorang raja bagi kami (ay. 5)
-
Berikan kami seorang raja (ay. 6)
-
Harus ada raja atas kami (ay. 19)
Tekanan
dari pihak Allah:
-
Dengarkan perkataan bangsa itu ... (ay.
7)
-
Dengarkan permintaan mereka ... (ay. 9)
-
Dengarkanlah permintaan mereka ... (ay.
22)
Selain
itu, Samuel sengaja menunda permintaan bangsa Israel dengan penjelasan panjang
tentang hak seorang raja (ay. 11-18). Namun jawaban yang diperoleh Samuel tetap
sama, yakni bahwa bangsa Israel semakin tegas untuk meminta raja bagi mereka
(ay. 19). Setelah itu, Samuel kembali menghadap Allah dan menyampaikan apa yang
ia dengar dari orang-orang Israel (ay. 21). Tindakan Samuel ini dinilai sangat
kekanak-kanakan, karena sesungguhnya sedari awal Allah telah mendengar
permintaan bangsa Israel dan Samuel terus-menerus mengulanginya.Nampak jelas
bahwa Samuel berharap agar Allah mengubah keputusannya, sementara Allah justru
mengabulkan permintaan mereka. Singkatnya, Samuel masih menganggap permintaan
orang-orang Israel sebagai penghinaan atas kepemimpinannya sehingga ia
mengabaikan tekanan dari orang-orang Israel, termasuk mengabaikan tujuan Allah
sendiri.
4.
Poin
Teologis: Allah adalah Raja
Persoalan
sehubungan akan tuntutan Israel akan seorang raja, bukannya Allah tidak
menghendaki mereka memiliki raja. Sebenarnya, bentuk kerajaan merupakan bagian
dari rencana Allah sejak semula.Namun yang dituntut Israel bukanlah sistem
kerajaan yang dikehdaki Allah, di mana Allah tetap memegang kedaulatan
tertinggi atas mereka sebagai Allah dan panglimanya.
Dasar atau alasan Israel meminta seorang raja hanya
karena mereka ingin sama dengan bangsa-bangsa lain. Artinya,
mereka menginginkan ada “allah” lain yang ingin mereka sembah selain Yahweh.
Hal inilah yang menjadi dasar bagi putusan-putusan yang diambil berkaitan
dengan dosa-dosa mereka.[8]
[1]Tremper III
Longmanand Raymond B. Dillard,An Introduction
to the Old Testament(Grand
Rapids: Zondervan, 2006), hlm 163-164.
[2]Robert Polzin,Samuel and the
Deuteronomist: A Literary Study of the Deuteronomic History. Part Two: 1 Samuel(San
Francisco: Harper & Row, 1989), hlm. 82.
[3]Christo H.J. van der Merwe,
Jackie A. Naudé and Jan H. Kroeze, A Biblical Hebrew
Reference Grammar (Sheffield: Sheffield Academic Press, 1999), hlm.148.
[4]Robert Polzin, Samuel ..., hlm. 183.
[5]Lyle Eslinger, Kingship of God in Crisis: A Close
Reading of 1 Samuel 1-12(Sheffield: Almond, 1985), hlm. 258.
[6] Meir Sternberg, The Poetics
of Biblical Narrative: Ideological Literature and the Drama of Reading (Bloomington:
Indiana University Press, 1987), hlm. 43.
[7]Leon J. Wood, The Prophets of
Israel (Grand Rapids: Baker Book House, 1979), hlm. 160.
[8]David
M. Howard Jr., Kitab-kitab Sejarah dalam
Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm. 196-197.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar