Selasa, 12 Januari 2016

kitab sejarah



Israel Menghendaki Seorang Raja
Ulasan Naratif atas 1 Sam 8

1.      Pengantar
1 Sam 8 merupakan kisah di mana awal pergantian sistem hakim-hakim menjadi kerajaan atas bangsa Israel.Di sini disajikan kisah tentang Israel yang mulai menuntut Samuel agar mengangkat seorang raja atas mereka.Nampaknya kisah ini mendapat banyak sentuhan dari narator mengingat karya sastra yang kaya akan setiap adegan yang ditampilkan. Karena itu, berikut ini akan diulas secara ringkas perihal teks ini dari sudut pandang cerita yang bersifat naratif.

2.      Struktur Teks
Teks 1 Sam 8 menjadi kesatuan struktur atas bab 8-12 di mana judul besar adalah “Kerajaan diberikan kepada Saul”. Adapun struktur itu terbagi sebagai berikut:
a.       Permintaan akan seorang raja (bab 8).
b.      Pengurapan Saul menjadi raja (9:1-10:16).
c.       Saul menjadi raja melalui undian (10:17-27).
d.      Keberhasilan atas kepemimpinan Saul dalam peperangan (11:1-11).
e.       Persetujuan Saul sebagai raja (11:12—12:25).[1]
Sementara itu bab 8 sendiri menjadi peristiwa utama yang nantinya akan berkembang menjadi konflik besar yang secara bertahap naik sampai ke klimaks. Para penatua dan Samuel menjadi tokoh utama yang menjadi pusat dan plot, di mana keduanya memiliki cara pandang atau karakter yang saling berseberangan.
Dalam mempertimbangkan masalah komposisi, Polzin menunjukkan tiga fitur khusus dari bab ini. Pertama, banyak bentuk kata kerja yang tidak sempurna digunakan oleh penulis tersembunyi untuk menyoroti apa yang sebenarnya terjadi dalam bab dan posisi evaluatif mengenai peristiwa. Penggunaan bentuk kata kerja, yang kurang langsung, membuat tugas pembaca tersembunyi untuk menghargai sikap mendasar ideologis penulis tersembunyi yang lebih menantang.[2]
Kedua, dalam dialog bab ini, pembaca tersembunyi hanya diberikan informasi selektif dari kata-kata langsung dari karakter, di mana sesuatu dalam cerita mungkin disembunyikan. Dengan gaya dialog, pada kenyataannya, perhatian hanya terarahpada kata-kata Allah untuk Samuel dan kata-kata Samuel kepada orang-orang Israel, dan dengan demikian pembaca real tidak memiliki gagasan tentang apa yang dikatakan Samuel kepada Allah. Pada saat yang sama, pembaca tersembunyi juga mungkin tidak mengetahui secara pasti tentang apa yang dikatakan Samuel kepada orang-orang sebagaimanaSamuel  berhubungan dengan Allah. Jelas, penulis tersembunyi telah menekankan tujuan ideologis dengan cara estetika narasi.[3]
Ketiga, teknik pengulangan yang cerdik dimanfaatkan untuk mencerminkan evaluasi pengarang tersembunyi. Polzin menunjukkan pola wacana sebagai berikut:[4]
Eksposisi
AwalKejadian
ay.1KetikaSamuelmenjaditua...
v. 4a(karena) melihatengkausudah tua ...
ay. 3Namunanak-anaknyatidakberjalandijalan-Nya
v. 4bdan anakmu tidak berjalandengan caramu

            Dari aspekwacana, yang mengacu padaretorikanarasi, yaitu bagaimanacerita ini diceritakan, perlu dicatatbahwadialog antarapara pemimpin IsraeldanSamueldan antaraSamueldan Tuhanterdiri padabab ini, danpusatnyaadalahdeskripsipanjangSamueldalam ayat10-18. Eslingermenunjukkanilustrasistrukturalyang merupakanjaringanluar biasa darikorespondensidanpembalikan dalamperanpembicaradanpenerima,seperti yang ditunjukkanberikut ini:
A.Orang kepadaSamuel: Berikanraja. (ay. 4)
B.Samuel kepadaYahweh: Doa. (ay. 6)
C.Yahwehkepada Samuel: Dengarkan; cararaja. (ay.7-9)
D.Samuel untukorang: cararaja. (ay.10f)
D’.Orang untukSamuel: -Tidak-berikankami raja. (ay.19)
C’.Samuel kpdYahweh: laporanpenolakanorang-orang. (ay. 21)
B’.Yahwehkepada Samuel: -Dengarkan; angkatlahraja. (ayat 22)
A’ Samuel kepadaorang: Pergilah ...(ay. 22)[5]

Melalui struktur di atas, ternyata pusat struktur seimbang ini menyatakan bahwa, pertentangan utama antara dua kelompok bukan antara orang-orang dan Yahweh tetapi antara Samuel dan orang-orang seperti yang sudah disebutkan di atas. Namun, perkembangan yang dicatat: cerita dimulai dengan permintaan ganda orang Israelkepada Samuel agar memberi mereka seorang raja (ay.4-6), dan hasil dari perintah Allah kepada Samuel adalah untuk memenuhi permintaan orang Israel ( ay.7, 9), dengan pidato panjang Samuel untuk menolakpermintaan mereka (ay.11-18), respon Allah kepada Samuel‘Dengarkan suara mereka dan angkatlahseorang raja atas mereka (v.22a) -dan berakhir dengan Samuel yang tidak melakukan apa-apa kecuali menyuruh orang-orang pergi (v.22b). Dari sudut analisis plot, tampaknya menjadi harapan narator bahwa pembaca tersembunyi bisa mengembangkan gambaran dari seorang hakim, yaitu Samuel, yang kata-kata dan tindakannya menunjukkan dia sebagai orang yang mementingkan diri sendiri.[6]

3.      Ulasan Naratif
3.1     Adegan pertama : Kesempatan dan Alasan untuk Meminta Seorang Raja (8:1-5)[7]
Setelah Samuel menjadi tua, diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel. Nama anaknya yang sulung ialah Yoël, dan nama anaknya yang kedua ialah Abia; keduanya menjadi hakim di Bersyeba. Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan. Sebab itu berkumpullah semua tua-tua Israel; mereka datang kepada Samuel di Rama dan berkata kepadanya: "Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain."

Bangsa Israel mungkin saja tidak akan memaksa Samuel untuk mengangkat Raja seandainya anak-anak Samuel hidup sesuai (setia) dengan Perjanjian Musa. Namun faktanya, anak-anak Samuel: Yoel (“Yahweh adalah Allah”) dan Abia (“Bapaku adalah Yahweh”) telah “didiskualifikasi” dari kepemimpinan Israel karena tidak mematuhi hukum Musa (Kel. 23:6,8; Ul. 16:19). Namun jika inilah alasan mereka meminta seorang raja, maka logika para penatua jelas keliru.
Misalkan logika penatua dibahasakan demikian, “Samuel, Anda semakin tua, dan anak-anakmu (yang pasti akan menggantikan Anda) melakukan korup. Kita tidak bisa memiliki masa depan yang cerah jika para pemimpin kita korup. Mari kita membentuk suatu tatanan baru dan memiliki seorang raja, seperti bangsa-bangsa lain. Dan biarkan raja ini menghakimi kita. Dan biarlah ada sebuah dinasti, sehingga anak-anaknya akan memerintah di tempatnya setelah kematiannya”. Peran Samuel sebagai hakim tidak berciri dinasti. Allah membangkitkan hakim; Allah tidak menciptakan sebuah dinasti hakim, di mana anak hakim menggantikan posisi ayahnya.
Jika anak-anak Samuel korup, penatua Israel dapat menyisihkannya”, karena hakim tidak ditentukan oleh garis keturunan. Tapi dengan mengusulkan sebuah dinasti berarti mereka justru mengusulkan sistem di mana anak-anak raja akan memerintah selanjutnya, terlepas apakah mereka jahat atau benar. Kesimpulannya, alasan mereka meminta raja menjadi tidak masuk akal.
Tampaknya bahwa para penatua tidak mencari perubahan radikal akan sistem pemerintahan tetapi merekomendasikan akan penyempurnaan dari sistem saat itu. Mereka menginginkan keadilan. Mereka hanya ingin seorang raja yang menjadi hakim mereka, daripada memiliki hakim seperti Samuel. Kedengarannya bagus, tapi itu bukan perubahan sederhana sama sekali. Mereka ingin merombak sistem keadilan bagi Israel. Mereka ingin menyingkirkan sistem hakim dan diperintah serta dihakimi dengan cara yang sama sebagaimana bangsa-bangsa di sekitar mereka. Mereka tidak ingin menjadi bangsa yang berbeda, terpisah dari bangsa-bangsa di sekitar mereka. Mereka tidak hanya mencoba untuk memecat Samuel sebagai hakim mereka; mereka mencari “allah baru” sebagai Raja mereka.

3.2     Adegan kedua : Respon dari Samuel dan Allah (8:6-9)
Waktu mereka berkata: "Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami," perkataan itu mengesalkan Samuel, maka berdoalah Samuel kepada TUHAN. TUHAN berfirman kepada Samuel: "Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka. Tepat seperti yang dilakukan mereka kepada-Ku sejak hari Aku menuntun mereka keluar dari Mesir sampai hari ini, yakni meninggalkan Daku dan beribadah kepada allah lain, demikianlah juga dilakukan mereka kepadamu. Oleh sebab itu dengarkanlah permintaan mereka, hanya peringatkanlah mereka dengan sungguh-sungguh dan beritahukanlah kepada mereka apa yang menjadi hak raja yang akan memerintah mereka."

Permintaan bangsa Israel (penatua) meminta seorang Raja dianggap sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan di mata Samuel.Secara eksplisit teks di atas menyatakan bahwa permintaan akan seorang raja adalah tindakan yang jahat dan berdosa.
Tujuan Allah atas Israel adalah menyatakan bahwa mereka berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Allah sebagai Raja justru memperlihatkan bahwa Israel lebih unggul daripada bangsa lain (Kel. 19:5-6).Karena itu, permintaan untuk mengangkat seorang raja dinilai sebagai bentuk kemurtadan Israel sebagaimana telah terjadi pada peristiwa Eksodus (Bil. 14:11).Sesungguhnya Allah tidak menolak permintaan Israel, sebagaimana yang telah dilakukan Allah dipadang gurun.Ketika Israel meminta makan dan minum, Allah menyediakan manna, burung puyuh, dan air. Namun, rahmat-Nya biasa diiringi dengan penghakiman, yakni tuntutan akan kesetiaan.

3.3     Adegan ketiga : Konsekuensi atas Permintaan Seorang Raja (8:10-18)
Dan Samuel menyampaikan segala firman TUHAN kepada bangsa itu, yang meminta seorang raja kepadanya, katanya: "Inilah yang menjadi hak raja yang akan memerintah kamu itu: anak-anakmu laki-laki akan diambilnya dan dipekerjakannya pada keretanya dan pada kudanya, dan mereka akan berlari di depan keretanya; ia akan menjadikan mereka kepala pasukan seribu dan kepala pasukan lima puluh; mereka akan membajak ladangnya dan mengerjakan penuaian baginya; senjata-senjatanya dan perkakas keretanya akan dibuat mereka. Anak-anakmu perempuan akan diambilnya sebagai juru campur rempah-rempah, juru masak dan juru makanan. Selanjutnya dari ladangmu, kebun anggurmu dan kebun zaitunmu akan diambilnya yang paling baik dan akan diberikannya kepada pegawai-pegawainya; dari gandummu dan hasil kebun anggurmu akan diambilnya sepersepuluh dan akan diberikannya kepada pegawai-pegawai istananya dan kepada pegawai-pegawainya yang lain. Budak-budakmu laki-laki dan budak-budakmu perempuan, ternakmu yang terbaik dan keledai-keledaimu akan diambilnya dan dipakainya untuk pekerjaannya. Dari kambing dombamu akan diambilnya sepersepuluh, dan kamu sendiri akan menjadi budaknya. Pada waktu itu kamu akan berteriak karena rajamu yang kamu pilih itu, tetapi TUHAN tidak akan menjawab kamu pada waktu itu."

Samuel menjelaskan sebuah bentuk pemerintahan monarki sebagaimana yang telah dianut oleh bangsa-bangsa lain. Penjelasan itu dipakai Samuel untuk para penatua yang lebih tertarik dengan sistem monarki. Karena itu Samuel menjelaskan bahwa dengan sistem ini berarti Israel akan kehilangan kebebasan. Mereka tidak akan menikmati hasil panen maupun hasil ternak terbaik, karena rajalah yang berhak atas itu.Peringatan Samuel ini didasarkan pada bukti bahwa bangsa-bangsa tetangga menderita karena berada di bawah pemerintahan seorang raja.
Hal menarik untuk diperhatikan adalah pengulangan kata “mengambil” dan “terbaik”. Raja yang memerintah akan mengambil segala yang baik kepunyaan rakyatnya, sementara seorang raja akan memberi hal “terburuk” bagi rakyatnya. Ketika semua itu terjadi, Tuhan tidak akan menjawab teriakan penyesalan karena itu adalah pilihan dari rakyat sendiri.
Sebenarnya banyak pendapat tentang teks ini. Sebagian ahli berpendapat bahwa teks ini melukiskan gambaran akan penyalahgunaan wewenang. Samuel tidak berperan sebagai perantara (hakim) yang baik. Dia hanya melihat dari sudut pandang negatif tentang pemerintahan monarki, di mana raja akan membatasi kehidupan rakyatnya. Yang disampaikan Samuel lebih dari pandangannya sendiri atas ketakutan-ketakutan kuasa raja yang menindas, yang sebenarnya bukan berasal dari pandangan Allah.
Ada pandangan lain bahwa teks di atas nampaknya tidak semua disampaikan oleh Samuel pada satu kesempatan itu. Narator kisah memiliki maksud tersembunyi yang ingin disampaikankepada pembaca kisah ini dengan menjadikan bagian ini sebagai jantung teks, atau setidaknya bagian yang sangat penting dari pesan Samuel kepada Israel yang menuntut seorang raja.Di sini narator hendak menyampaikan kepada pembaca bahwa untuk mengikuti Tuhan, sangat dituntut “biaya yang mahal”.Karena itu Samuel mendesak Israel untuk “menghitung biaya” ketika mereka memiliki seorang raja.

3.4     Adegan keempat : Permintaan Israel Dikabulkan (8:19-22)
Tetapi bangsa itu menolak mendengarkan perkataan Samuel dan mereka berkata: "Tidak, harus ada raja atas kami; maka kami pun akan sama seperti segala bangsa-bangsa lain; raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang." Samuel mendengar segala perkataan bangsa itu, dan menyampaikannya kepada TUHAN. TUHAN berfirman kepada Samuel: "Dengarkanlah permintaan mereka dan angkatlah seorang raja bagi mereka." Kemudian berkatalah Samuel kepada orang-orang Israel itu: "Pergilah, masing-masing ke kotanya."

            Keputusan Samuel pada akhir bab ini dengan menyuruh orang-orang Israel kembali ke kotanya masing-masing sangat berlawanan dengan tekanan-tekanan yang dialami oleh Samuel sendiri, baik itu dari pihak bangsa Israel maupun dari Allah. Tekanan dari bangsa Israel:
-          Angkatlah seorang raja bagi kami (ay. 5)
-          Berikan kami seorang raja (ay. 6)
-          Harus ada raja atas kami (ay. 19)
Tekanan dari pihak Allah:
-          Dengarkan perkataan bangsa itu ... (ay. 7)
-          Dengarkan permintaan mereka ... (ay. 9)
-          Dengarkanlah permintaan mereka ... (ay. 22)
Selain itu, Samuel sengaja menunda permintaan bangsa Israel dengan penjelasan panjang tentang hak seorang raja (ay. 11-18). Namun jawaban yang diperoleh Samuel tetap sama, yakni bahwa bangsa Israel semakin tegas untuk meminta raja bagi mereka (ay. 19). Setelah itu, Samuel kembali menghadap Allah dan menyampaikan apa yang ia dengar dari orang-orang Israel (ay. 21). Tindakan Samuel ini dinilai sangat kekanak-kanakan, karena sesungguhnya sedari awal Allah telah mendengar permintaan bangsa Israel dan Samuel terus-menerus mengulanginya.Nampak jelas bahwa Samuel berharap agar Allah mengubah keputusannya, sementara Allah justru mengabulkan permintaan mereka. Singkatnya, Samuel masih menganggap permintaan orang-orang Israel sebagai penghinaan atas kepemimpinannya sehingga ia mengabaikan tekanan dari orang-orang Israel, termasuk mengabaikan tujuan Allah sendiri.

4.      Poin Teologis: Allah adalah Raja
Persoalan sehubungan akan tuntutan Israel akan seorang raja, bukannya Allah tidak menghendaki mereka memiliki raja. Sebenarnya, bentuk kerajaan merupakan bagian dari rencana Allah sejak semula.Namun yang dituntut Israel bukanlah sistem kerajaan yang dikehdaki Allah, di mana Allah tetap memegang kedaulatan tertinggi atas mereka sebagai Allah dan panglimanya.
Dasar atau alasan Israel meminta seorang raja hanya karena mereka ingin sama dengan bangsa-bangsa lain. Artinya, mereka menginginkan ada “allah” lain yang ingin mereka sembah selain Yahweh. Hal inilah yang menjadi dasar bagi putusan-putusan yang diambil berkaitan dengan dosa-dosa mereka.[8]


[1]Tremper III Longmanand Raymond B. Dillard,An Introduction to the Old Testament(Grand Rapids: Zondervan, 2006), hlm 163-164.
[2]Robert Polzin,Samuel and the Deuteronomist: A Literary Study of the Deuteronomic History. Part Two: 1 Samuel(San Francisco: Harper & Row, 1989), hlm. 82.

[3]Christo H.J. van der Merwe, Jackie A. Naudé and Jan H. Kroeze, A Biblical Hebrew Reference Grammar (Sheffield: Sheffield Academic Press, 1999), hlm.148.

[4]Robert Polzin, Samuel ..., hlm. 183.
[5]Lyle Eslinger, Kingship of God in Crisis: A Close Reading of 1 Samuel 1-12(Sheffield: Almond, 1985), hlm. 258.

[6] Meir Sternberg, The Poetics of Biblical Narrative: Ideological Literature and the Drama of Reading (Bloomington: Indiana University Press, 1987), hlm. 43.

[7]Leon J. Wood, The Prophets of Israel (Grand Rapids: Baker Book House, 1979), hlm. 160.
[8]David M. Howard Jr., Kitab-kitab Sejarah dalam Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm. 196-197.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar